Tuesday, December 09, 2008

(Un)plan Bromo

Liburan idul adha kemarin (6-8 Dec) diajak teman ke Jatiroto.
Respon pertama: "Ada apanya di sana??"
"Ya....nggak ada apa2nya :D. Kalau jadi, kamu aku ajak ke kaki semeru. Atau diajak Ari liat lokasi berburu."
Wih...bole juga. Pikar pikir...ngga ada salahnya sih. Lagian sudah lama banget ngga jalan2.
Kerja di kantor perusahaan jasa bikin kakiku terpasung di kantor...hiks.
Sesekali menghirup udara pedesaan n mengistirahatkan mata liat yg hijau2 boleh juga tuh.

So, jumat sore (5Dec) baru beli tiket KA Cantik jurusan Surabaya-Jember.
Turun di Tanggul, nanti qta dijemput di situ.
Berangkat jam 16.00. Harga Rp40rb/tiket (dapet kelas bisnis)-yang executive sudah full (rp 55rb). Menurut "bisikan" seorang teman, ambil aja yg bisnis, nanti kalau di executive ada yg lowong bisa upgrade & pindah dgn bayar selisihnya.

Ternyata pada hari H (6Dec), kereta terlambat sekitar 20menit.
Sebelum KA Cantik, Mutiara Selatan masuk dulu. Gerbong kelas bisnis tampak menyedihkan. Kalau dilihat dari luar, gelap sekali di dalam gerbong. Jendela kecil, tampaknya pengap(sudah membayangkan gerbong KA Nazi yang dulu buat menyiksa orang2 Yahudi-terlalu jauh nih imaginasinya :P)
Giliran KA Cantik masuk, ternyata sami mawon (sama saja). Tapi tak sejelek yang aku bayangkan tadi. At least ga pengap. Pake fan. Agak gelap iya, apalagi di luar mendung tebal banget. Petugas keliling membagikan bantal (yang ternyata BAYAR!). Ditagih waktu hampir mendekati akhir perjalanan. Setauku makan minum kalo ambil memang bayar, tapi kukira bantal itu free. Ternyata kena charge Rp 2500 (cuma bayar 2400 gara2 nyari2 uang kecil ga ada...hehehe). Atau memang aku yang katrok ya??? (*menyebalkan). Untungnya temanku, Lusi-bawain bekal dari rumah. Nasi udang (sluurp). Udang goreng tepung biasa seh, tapi jadi enak banget kalo dimakan pas di jalan, meskipun cuma 2 biji. Lebih menarik dari roti coklat yang kubawa buat pengganjal perut.
Kereta melewati Jatiroto, berhenti sebentar (entah di stasiunnya/dimana, karena di situ mestinya tidak stop. Di luar gelap banget ngga kelihatan apa2). Kira2 1/2 jam kemudian turun di Tanggul. Dijemput Ari, teman Lusi.

Dari stasiun qta makan kupang lontong (depan bank BRI).
Yummy juga. Dikasi perasan air jeruk. Kerasa banget. Bumbunya ngga seperti di Surabaya/Sidoarjo yg item, tapi agak coklat. Ibunya ngeracik bahan2 lain di piring qta, jadi kelihatan dia nyampurin gula pasir, ada bawang juga + lombok bagi yang doyan pedas.
Di sini kupang lontong dikasi tahu. Sayang sate kerangnya habis, dan aku tidak melihat ada krupuk di situ. Minum es degan (sayang dapetnya kelapa tua-alias keras)

Malam itu still no idea besoknya mau ngapain

Day2: 7 Dec
Pagi2 sudah dikasi suguhan pastel goreng sama bakpao..lumayaaaan...cuma kurang lombok ijo aja :)
Ngobrol2 sama Ari dan papinya...akhirnya diputuskan jalan2 ke Bromo. Yah...nothing to loose.
Ke mana saja ok yang penting jalan..hehehe.
berangkat hampir 8.30. Ambil arah Lumajang. Sampai Bromo sekitar 3 jam kemudian.
Sayang sepanjang hari hujan gerimis & banyak kabut. Jadi kawah, gunung batok & teman2nya sering ga kelihatan. kabut melulu.

Mampir di Lava View Resto. Niatnya mau makan, ternyata resto belum buka. Turis2 juga sedikit, kebanyakan bule2. Ditawari naik kuda-75 ribu. Ogah.
Kabut tersingkap sebentar, tapi terus nutupin gunung lagi. Jadi g bisa dapat foto bagus
Berhubung hawa dingin, pesen yang hangat2 pasti enak. Soto ayam kena Rp19000, teh hangat/kopi sekitar 5rb

Pulang lewat Ranu Pane. Padahal qta pake mobil "Kuda" tapi setelah dapet info kalau mobil colt bisa lewat beranilah qta lewat sana.
Yang agak mendebarkan waktu lewat laut pasir. Kondisi gerimis, agak bingung arah juga (ngikutin ada jejak ban). Di situ sepi, ngga kelihatan ada mobil/kendaraan lain. Pasir yang luas, hitam, sunyi...wah...gimanaaaa gitu rasanya. Tapi seru juga. Hujan juga ada sisi positifnya. Mobil qta bisa lewat laut pasir itu karena tanah jadi lebih padat, dan kagak berdebu.
Beberapa kali terhalang kubangan air yang agak besar, 1x ketemu medan yg agak licin, jadi terpaksa mundur agak jauh buat ambil ancang2 naik. It worked!! ^^

Sepanjang perjalanan di kiri kanan seperti karpet hijau. Very beautiful!
Seperti scene Shire-desanya Frodo dkk di Lord of the Ring
Lagi2, sayang cuma bisa turun ngga sampe 5 menit buat motret, itu juga 99% dalam kondisi hujan









Akhirnya si "Kuda" selip juga di rintangan terakhir. Memang cukup terjal & licin. Ari dulu pernah lewat situ pake Jip juga sulit, apalagi ini. Ancang2 beberapa kali gagal. Tambah lama ancang2 makin jauh, yang terakhir hampir berhasil tinggal sedikit-tapi masih aja si Kuda ngga mau maju2 lagi. Untung ada truck kecil yg mau lewat dr arah Ranu Pane, jadi dibantu dikasi pasir kasar.
Beberapa saat kemudian, dari arah belakang kita ada mobil lain juga mau lewat...jadi mereka rame2 bantuin qta, narik dari depan. Berhasil! Berhasil!

Sampai Ranu Pane sempat menikmati sejenak danau yg tenang di sana (maaf, tidak sempat mengambil gambar). Coba tebak, dari mana aku liat danau ini-di depan kamar mandi dekat pos lapor pendakian! Alangkah tidak romantisnya!
Eniwei, di tengah danau ada pura (seperti di Bedugul). Airnya hijau gelap. Ada 2 bebek bermain di tepi danau. Jadi teringat masa2 indah waktu ke Ranu Kumbolo dulu (tapi kok dulu aku ga tau ada danau ini ya...payah)

Note: lebih mudah kalau datang lewat Ranupane karena jalan turun-tidak sampai selip.

Makan malam di Lumajang. Lusi pengen makan mi kuah. Waktu sampe depotnya (Jl. Jend Suprapto, lokasi di belokan-sorry, lupa liat namanya)-ternyata belum buka. Kabarnya kok 'wuenak'. Secara bukan penggemar mi, aku sih ngikut aja mau makan di mana. Jadi sambil menunggu, kita mampir dulu di mall (atau plaza) disana. Balik lagi jam 5an.

Awalnya aku mau merekomendasikan tempat ini, tapi bagi yang sebelum datang perutnya 'keroncongan berat', aku sarankan buat cari tempat lain aja-karena tempat ini masaknya 'pake lama (banget)'. Kira2 nunggu makanan kelar 1 jam (weleeeeeeeh). Mungkin aja karena si taci' masaknya pake arang, jadi matangnya lebih lama ya. Meskipun begitu, tetap saja banyak yg pesen & (so pasti) ngantri. Untung pesenan yang bakwan gorengnya keluar dulu.
PS: Porsi di sini ukuran XL, alias big, alias besar...so bisa ngirit berbagi. Mi kuahnya buat yg 'bertanki kecil' bisa dibagi 3-4 orang.

Pengeluaran hari ini: 0 (nol, zero)-alias papinya Ari yg nraktir..huehehehehe

Day 3: 8 Dec
Breakfast: Brownies kukus Amanda, tempe mendoan dari Jateng (wenaak...tapi-kurang lombok hijau, yang akhirnya aku dapat), bakwan (dari depot kemarin-enak bumbu sambelnya).
Pencuci mulut: Incip es putar nangka

Hari ini diajak 'city tour' keliling Jatiroto dan rencana makan bakwan Eddy di Jember.
Yang jalan cuma aku, Lusi sama Ari.
Sebagian besar rumah2 penduduk di sana merupakan rumah pegawai pabrik gula. Ada yg gede2 juga, ada yang seperti rumah panggung, halamannya luas. Melewati alun2 (pohon beringin yg dilelilingi pagar besi), lewat pabrik gulanya, gudang gula, dikasi tau lokasi mereka biasanya 'mbedil' (=menembak). Ari & papinya hobby berburu celeng.

Sampai di Jember ternyata bakwan Eddy tutup. Yah, ga heran...hari itu Idul Adha, jadi ya cuman mampir sebentar ke teman Lusi, liat mall baru (Golden Mall), liat mobil double cabin yg dipajang di Carrefour n terakhir mampir ke Om ku yang kebetulan rumahnya deket Carrefour (tidak direncanakan juga). Setelah itu kita kembali ke Jatiroto karena akan dijemput travel (dari Jember) jam 4 sore(starting from Jember).
Libur telah usai...Libur telah usai...

Monday, August 11, 2008

trip 2 blitar

4-6 June 2008
(Perjalanan nebeng tapi jadi rekreasi beneran karena saya dianggap tamu oleh keluarga teman saya di Blitar. Kalau ingat itu jadi sungkan banget. Tapi tetep disyukuri deh, terimakasi banyak untuk keluarga dokter Sukardi dan pak Pitono sang sopir)

Hari ke-1
Biasanya perjalanan ke Blitar dari Surabaya bisa dicapai 2,5 - 3jam. Tergantung kepadatan lalulintas. Kala itu kami mampir ke Malang terlebih dahulu.
Selepas dari Malang kami melewati bendungan Karang Kates, karena keterbatasan waktu dan ternyata loket masuknya tutup maka kami tak sempat menyaksikan kemegahan bendungan besar di jawa timur ini. Kami melewati bendungan versi mininya, bendungan Lahor. Ada taman dan tempat berhenti yang disediakan. Ada beberapa penjual bakso dan es yang nongkrong di pinggir jalan. Kami menepikan mobil dan turun untuk menikmati pemandangan air dan bangunan bendungan. Parkir gratis kala itu, mungkin bukan hari libur.



Sesampainya di Blitar kami dimampirkan ke rumah bu Wardhoyo karena sejalan. Kala itu sudah jam 5, mestinya sudah tutup, tapi kata pak Pit tak apa kami meminta kunci rumah di rumah samping (yang ternyata kerabat bu Wardhoyo, bukan sekedar penunggu atau sejenisnya). Di area rumah bu Wardhoyo sendiri terdiri dari beberapa bangunan dan dihuni beberapa keluarga.

Rumah bu Wardhoyo sendiri sudah tidak ditempati, walaupun perabot ruangan-ruangan yang ada masih ditata sesuai fungsinya. Di bangunan belakang ada kamar mandi, ruang makan, dan garasi berisi mobil yang sudah tua banget. Secara keseluruhan saya kurang tertarik dengan interior penataan dan barang-barang di dalamnya. Di ruang depan terdapat banyakan lukisan Bung Karno dari berbagai pelukis dan foto-foto tentunya. Tapi berbeda sekali tingkat kenikmatannya seperti ketika mengunjungi house of Sampoerna Surabaya. Dan karena cahaya sudah minim sekali, saya malas mengambil barang menggunakan flash maka saya tak banyak mengambil foto di dalam.
Disediakan kotak untuk sumbangan sukarela, untuk mengambil foto sumbangan minimal 5rb.

bendungan Lahor & mrs wardhoyo's house

Hari ke-2
Tujuan pertama Makam Bung Karno. Sebenarnya area itu tertutup untuk mobil, parkir mobil disediakan tersendiri dan agak jauh. Ini dimaksudkan supaya pengunjung dapat berjalan kaki melewati kios-kios suvenir atau menaiki becak. Tapi itu tak berlaku untuk kami:p Pak Pit cuma menurunkan kami tepat di samping perpustakaan dan mereka akan menjemput kami setelah beberapa jam.

Ternyata dibangun sebuah bangunan baru di area Makam Bung Karno. Arsitekturnya bergaya minimalis modern, sangat bagus, ngga ada di Surabaya. Di sebelah kiri patung Soekarno yang sedang duduk dan membawa buku, terdapat museum Soekarno. Kami hanya perlu mengisi buku tamu tanpa perlu dipungut biaya apapun. Peringatan "anda tak perlu membayar apa-apa di area museum" tertempel di beberapa tempat. Isi museum lebih berjiwa Soekarno dan membangkitkan kenangan akan semangat dan jiwa nasionalis Soekarno. Sayangnya urutan kronologis foto kurang rapi. Begitu juga dengan teks penjelasan foto beraneka ragam. Selain bahasa Indonesia,beberapa foto lain keterangannya ditulis dalam bahasa Inggris dan 1-2 bahasa yang tak saya kenal (Belanda kali ya).

Hari itu penuh dengan rombongan anak SD. Sekeluarnya dari museum sembari diserbu pedagang suvenir yang 'lepas dari kandang' kami masuk ke perpustakaan. Sekali lagi kami harus melengkapi buku tamu. Koleksinya boleh juga, layaknya perpusatakaan umum lainnya. Hanya saja ini ber-AC dan jauh lebih bersih. Ada 1 ruangan khusus koleksi mengenai Soekarno. Mungkin beberapa buku terlarang dulu ada di sana. Ada fasilitas lift mungil untuk gedung 2 lantai itu. Lantai 2 belum semuanya ready to be used. Apalagi ruangan di gedung seberang (lantai 2 dari museum), masih tertutup bagi pengunjung.
Di perpustakaan kami menuju ke pendopo tempat nisan Soekarno. Melewati kolam teratai yang tak berbunga dan gedung khusus buku dan penitipan anak-anak (keren yah ada perhatian khusus untuk anak-anak).


Kami masuk ke tanpa mengisi buku tamu dan memberikan sumbangan sukarela, kami baru tahu keesokan harinya ketika hendak menuju ke area kios suvenir melewati pintu samping, bukan dari perpustakaan.

Begitu banyak warga yang nyekar, kamipun sebelum masuk gapura ditawari bunga-bunga. Pendoponya luar biasa 'mahal'. Penuh ukiran-ukiran indah nan detail mulai dari tiang sampai plafon, dan pasti itu kayu bukan sembarangan juga. Nisan marmernya sih tidak berubah sejak jama dahulu kala. Kalau anda mengambil foto dari arah frontal maka dari nisan seakan-akan muncul singa. i cannot see it anyway, imajinasiku kurang kali ya:p

Jalan keluar dari makam melewati area suvenir. Suvenir yang lagi trend benda-benda bikin ribut seperti gamelan kecil, suling, perkusi, dsb.

tips: masuk dari area perpustakaan dapat menghindari sumbangan sukarela

12.30
Perjalanan kami lanjutkan menuju Candi Penataraan yang tak jauh dari lokasi itu. Lagi-lagi kami dicegat untuk mengisi buku tamu dan sumbangan sukarela. Tak ada tiket. Kami melewati papan keterangan sejarah candi yang lumayan berbelit-belit dan lusuh rupanya. Jadi kami menebak-nebak sendiri sambil menaiki candi yang paling gede.

Ukiran-ukiran yang ada masih terlihat jelas dan lebih indah dibandingkan ukiran di borobudur atau Prambanan. Di belakang, setelah mencari, kami menemukan kolam pemandian yang konon (di mana si sejarah budaya indo yg ga berbau klenik) bisa bikin awet muda. Kata teman, kolam itu dulu ngga sekecil itu. Saya tak menemukan sumber airnya, yang saya bayangkan mengucur tapi saya yakin benar airnya mengalir, karena ada saluran pembuangan. Airnya benar-benar jernih. Dasar pasir dan ikan-ikan di dalamnya terlihat dengan jelas padahal kolam itu tidak dangkal, 2 meter lebih ada. Kami menikmati kejernihan air di bawah keteduhan pohon dan semilir angin. Nyamannnn benarrr...
tips: oleskan sanblock tebal-tebal karena langit cerah dan terik, lagipula berkunjung tengah hari membuat sesi pemotretan terhindar dari manusia yang berseliweran.



13.15
Tujuan berikutnya gunung Kelud, ini sih sudah bukan kabupaten Blitar, kurang lebih 1 jam dari Blitar. Jalanan menuju ke Kelud lewat daerah Nglegok (sepelan "e" nya seperti di kata "serong ke kanan"). Indah banget.. Penuh dengan tanaman tebu yg berbungaaa..... Dengan background gunung.
Kanan kiri hijau.

14.00
Kami sangat beruntung berkunjung bukan sabtu minggu. Krn hari2 itu, jalan menuju Kelud ditutup, ojek beraksi dengan tarif sekitar 10rb sekali jalan. Mau jalan ? Ya masi jauuuh. Sepiii nyaris tak melihat manusia. Trus mestinya waktu melewati pos penjaga kami lapor, tapi krn ga mudeng ya uda terus aja, ketemu warung di gate yg ditutup (scr resmi emang Kelud ga bole dikunjungi, dasarane org Indo). Kami, aku , Irma, pak Pit jalan. Bu Sukardi menunggu di warung ajah:D

Kawah ijo yg indah itu dah ga ada. Tertutup smua ama anak gunung baru. Kami bahkan sudah tdk bisa lihat lahar meleleh keluar kalo sore2. Uda 2 th sejak letusan itu..yah...
Sepi, sejuk, asap2 keluar dr samping2 n bawah gunung kecil itu.
tips: gunakan sepatu sneakers atau yang nyaman untuk jalan menanjak walaupun semua jalan telah di-aspal

more pictures:
Makam BK, candi Penataran


Hari ke-3
Kami sarapan di rumah makan Pasific dengan nasi bakmoy halalnya yang terkenal itu.
Tujuan kami hari itu adalah pantai Tambak Rejo. Sekitar 1 jam dari Blitar melewati gunung dengan aspal yang terjal dan tak selebar jalan menuju ke Kelud. Sekali lagi kami tiba di saat matahari sangat terik. Loket tutup, kondisi sangat sepi. Tapi itu tidak menyurutkan kekaguman kami akan indahnya pantai berpasir putih itu. Pantai Tambak rejo tak terlalu luas, bibir pantai bisa dijangkau dengan jalan kaki bolak balik dalam 30 menitan. Pasirnya bersih, lebih bersih daripada Kuta pastinya! Sayangnya ombak laut selatan terlalu besar untuk sekedar bermain.


tips: sunblock, kunjungi di hari biasa selain sabtu-minggu. Depot sangat jarang ditemui, karena itu bawalah makanan dan minuman sendiri untuk amannya. Tak jauh dari pantai terdapat pasar ikan. Harga ikan salem yang diasap 10ribu dapt 9 tusuk.
Kami sempat mampir ke Goa Embultuk, namun karena tidak membawa baju ganti maka kami urung masuk goa.
Kami juga mampir di beberapa monumen-monumen perjuangan.

15.00
Kami makan siang sore di bakso Gangsar. Bakso ini memiliki beberapa cabang di Blitar. Enak, gurih, beda dengan cita rasa manis khas blitar. Tak lupa kami mampir ke toko di gang untuk membeli oleh-oleh khas Blitar: wajik kletik, sale pisang, keripik jahe.

16.30
Saya meninggalkan Blitar menuju Malang bersama teman yang rela mampir dan gabung.

Thursday, August 07, 2008

Strasbourg

Mari kita jalan-jalan ke Perancis.

Strasbourg terletak di bagian utara Perancis yang berbatasan dengan Jerman. Aku masuk melalui Frankfurt, karena jarak dari Frankfurt ke Strasbourg lebih dekat dari jarak Paris - Strasbourg. Kalau kita naik mobil, waktu tempuh perjalanan kurang dari dua jam dari Frankfurt.

Strasbourg adalah kota kecil yang super indah! Modelnya kayak old town Eropa zaman dulu yang biasa kita lihat di TV-TV atau pas main The Sims. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Prancis campur sama Bahasa Jerman. Dan ada dialek tertentu yang namanya d'Alsace.

Kebanyakan orang-orang disini nggak bisa Bahasa Inggris. So better have some French vocabulary before going here! Aku mati kutu nih kalo orang2 udah mulai ngajak ngomong.

Oke... di jantung kota Strasbourg, ada yang namanya Petite France. Tempat ini kayak sample dari pedesaan Prancis. Lihat bentuk-bentuk rumahnya dan gimana mereka menghias rumahnya.





Di Petite France ini ada beberapa jembatan yang ditandai dengan... apa sih namanya bangunan tinggi yang misah-misahin area itu ya? Pokoknya kayak yang di bawah ini deh. Indah ya?



Oke trus agak jauhan dikit dari Petite France, kayaknya bisa naik tram deh kesini.... ada katedral yang tinggiiiiiii banget dan cantik abis! Namanya Cathédrale Notre-Dame-de-Strasbourg. Jangan tanya deh kenapa namanya Notre Dame juga. Padahal di Paris juga ada katedral Notre Dame. Bentuknya juga mirip-mirip gini.


Menurut Wikipedia, bangunan setinggi 142 meter ini tertinggi di dunia pada tahun 1647 sampai 1874. Dan pada tahun 2000 ada percobaan bomb di Christmas market di sekitar gereja ini oleh Al Qaeda. Tapi bisa dicegah oleh polisi Prancis dan Jerman.

Oya... Strasbourg juga terkenal sebagai kota Natal. Katanya sih... paling indah waktu natal. Jadi pengen liat juga in some December! Tapi duit oh duit...

Means of transportation.


Aku ga bisa bantu banyak karena aku kemana-mana diantar naik mobil. Ntar deh kuupdate kalo udah nyoba public transportationnya.

Tapi disini ada bis, dan untuk daerah dalam kota sendiri ada tram. Berhubung sekarang lagi summer, banyak orang naik sepeda kemana-mana. Bisa sewa sepeda juga. Mungkin alternatif terakhir ini yang paling murah berhubung 1 Euro sekarang sudah Rp 14,000-an.


Dan kalau kita mau main turis-turisan, ada boat yang mengelilingi kanal di sekitar Petite France. Harganya ga tau karena belum kucoba. Dan kayaknya aku ga nyoba. Tapi di boat itu kita bakal dikasih headphone dimana ada rekaman suara guide yang diputar saat mengelilingi beberapa tempat tertentu.


Makanan

Ada restoran enak nih... Namanya Chez Meme di daerah Ittenheim. Ini di daerah outskirtnya Strasbourg. Harga ga tau, tapi dari pakaian orang2 yang pergi kesana, kayaknya rada mahal. Tapi makanannya enak dan tempatnya comfy banget. Kalo lagi jalan-jalan ke daerah itu, boleh deh ngunjungin tempat ini.

Terus ada cocktail khas d'Alsace yang namanya Kir Royal. Kalo kamu suka minuman beralkohol dan pas pergi ke Strasbourg, WAJIB pesan ini. Enak banget!!

Monday, July 14, 2008

Yogyakarta (2)

Petawisata kembali mengunjungi kota pelajar, pada tanggal 11-13 Juli 2008. Perjalanan kali ini Petawisata mencoba menginap di kawasan para backpackers bule-bule, di "international villages" dengan liputan Malioboro, Benteng Vredeburg, Pusat jajanan Mataram, pasar Beringharjo.

11 Juli 2008

Dari Surabaya, perjalanan ke Jogja dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih tujuh jam. Bus Patas Eka sudah menanti saat kami masuk ke peron terminal Bungurasih jam tujuh pagi. Kebetulan sekali, Bus langsung tancap gas begitu kami naik, jadi engga perlu nunggu lama-lama sampai penumpangnya penuh.

Harga tiket yang harus dibayar enampuluh enam ribu rupiah per orang sudah termasuk lunch di Resto Duta daerah sekitar Ngawi (kalo ga salah). Bus cukup bersih, AC juga berfungsi dengan baik bahkan cenderung over dingin :D. Di bagian depan sebelah kiri ada alat untuk memcahkan kaca jika keadaan darurat, dan di belakang sebelah kanan ada emergency door. Tampaknya kendaraan umum sekarang sudah lumayan memperhatikan keselamatan penumpang juga, bagus dah. Kernet bus juga baik, membantu mengangkat tas penumpang, selalu tersenyum ramah dan memberi informasi2 lengkap yang dibutuhkan.

Pukul 14.30, kami tiba di Jogja, kemudian sewa taxi milik terminal dengan ongkos 40 ribu untuk perjalanan kemanapun dalam lingkup batasan dalam kota, harga ini keknya terlalu mahal mengingat jogja adalah kota yang engga sebrapa luas.
Delta Homestay daerah jalan Prawirotaman adalah tujuan kami untuk bermalam. Beruntung sekali, kami sempat memesan kamar melalui fasilitas online di yogyes.com sebelumnya, karena tempat ini sering fully booked, terutama untuk high season seperti sekarang.

Ternyata benar juga, Prawirotaman memang layak disebut international villages, banyak sekali bule-bule bertebaran di daerah ini, bahkan di penginapanpun kami adalah satu-satunya tamu domestik berambut hitam, yang lain pada blonde semua.

Setelah sampai hotel kami beristirahat sejenak, kemudian sore hari keluar untuk cari makan. Kami keluar motel berjalan kaki menyusuri remang jalan Parangtritis sambil berburu tempat makan yg enak, engga sedikit juga tukang becak menyambut kami menawarkan harga perjalanan murah meriah. lima ribu mas, muter2 jogja, cari dagadu, bakpia, batik”… bah, lima ribu muter jogja?? Gak mungkin ah, kami engga mengiyakan langsung tawaran itu, mengingat tips yang pernah kami dengar adalah bahwa tukang becak di Jogja sengaja "menjebak" dengan membawa ke tempat batik, bakpia, dll agar dia dapet tips dari tokonya kalau penumpangnya beli, kalaupun kita engga beli maka dia akan minta uang tambahan dengan alasa sudah muter2 gak jelas. ‘mboten pak, mlampah mawon’… itu jawaban singkat dari kami untuk menolaknya. Namun sepertinya tukang becak itu gigih juga, udah hampir 15 menit kami berjalan dia ngikutin terus dari belakang sambil mulut komat-kamit ala marketing… “malioboro mas? Badhe teng pundit toh? Adoh loh… bla…bla…”. Lama-lama kesel juga diikutin, akhirnya kami menyeberang jalan dengan tujuan si tukang becak engga bisa ngikutin lantaran jalan berlawanan arus. Tapi ya tetep aja ternyata, sementara kami jalan dia ngikutin dari seberang… ya amplop, ngeyel amat sih, mau ngajak kuat-kuatan Pak?? Tungguin aja sampe mampus, kami mo maem gudeg dulu hehe…

Pulang dari maem kami berniat ke persewaan motor untuk mempermudah mobilitas ke esokan harinya. Sayang, semua motor sudah dipesan, jadi kami engga kebagian satu pun, namun pemilik persewaan menyarankan untuk ke jalan di gang sebelah yang (katanya) bertebaran persewaan motor disana.

12 Juli 2008

Setelah mumuk dengan nyenyak, keesokan hari kami melanjutkan perjalanan untuk mencari persewaan motor. Ada banyak sekali persewaan, kira2 lima tempat sudah ditanya namun jawaban yang kami dapat selalu sama “motor kosong mas, habis dipesan”. ‘motor engga disewakan sama turis domestic mas, banyak kejadian di embat motornya hilang mereka kapok!!’ celetuk tukang becak. Ah.. ini mah akal-akalan si tukang becak aja biar kita naik becaknya dia. Kami pun cuek dan tetep cari… namun bener juga, tiap tempat yang ditanya selalu kosong. Kemudian flashback, kami mencoba mengingat kejadian kemaren, di depan hotel ada persewaan motor dan katanya semua motor udah di pesan, namun tadi pagi motor2 itu tampak masih tetap ada. Wah, jangan2 si Pak Becak bener inih? Siyal dah… ya udah, naik becak aja yuk ke Malioboro…

Rute dari Prawirotaman ke Malioboro ternyata tidak terlalu jauh, kalau ditempuh jalan kaki kira-kira cuma memerlukan waktu satu jam saja. Ada baiknya kalau jalannya melalui rute Kraton (dari Parangtritis belok kiri ke Mayjen Sutoyo), jadi banyak pemandangan yang dilihat biar gak jenuh, ada alun-alun, Taman Sari dan Kraton itu sendiri.

gbr : pasar beringharjo, malioboro, tempat oleh2 di mataram

Di Malioboro kami mengunjungi Pasar Beringhardjo, pasar ini tempat orang kulakan daster, baby doll, celana yang hampir semuanya bermotif batik. Pasar ternyata rameeee banget, kami Cuma masuk sebentar kemudian keluar, engga tahan dengan hiruk pikuknya. Setelah itu kami menyusuri malioboro dan berbelanja batik, belanja di Malioboro perlu ekstra hati-hati, barang yang ditawarkan biasanya berharga tiga atau empat kalio lebih mahal, jadi jangan sungkan-sungkan untuk menawar. Kami saat itu tertarik dengan mainan yang terbuat dari kayu....

“Mbak beli brapa itu?”,

‘sepuluh ribu mas, kalo yang diatas itu tiga belas ribu, bapaknya minta lima belas awalnya’ jawab seorang pembeli…

Beberapa saa kemudian kami kembali ke tempat itu lagi dan berniat ingin membeli…

“niki pinten pak?” ‘selangkung’.. (dua puluh lima ribu)

Nah loh… belom ada satu jam udah naik hampir tiga kali lipat. Dari Malioboro, kami blusukan ke dalam gang di sebelah hotel Mutiara, gang tersebut tembus ke jalan Mataram, tempat orang jualan makanan kecil khas jogja. Ada geplak, bakpia, jenang, wajik, intip dan lain-lain... wah, beli.. beli.. buat oleh-oleh..

Selain menyusuri Malioboro kami mampir ke benteng Vredeburg, benteng ini benteng peninggalan jaman Belanda, letaknya di ujung jalan Malioboro.

gbr : pintu masuk benteng, halaman depan, ruang diorama

Tiket masuk engga mahal, cukup 750 rupiah per orang, murah kan? :). Di dalam ada Diorama, Museum sejarah benteng didirikan dan beberapa ruangan lain yang saat kami kunjungi saat itu masih tutup (ato memang ga pernah dibuka? :p). Ruang diorama menurut kami keren sekali, banyak peristiwa jaman dahulu yang digambarkan dalam bentuk lukisan tiga dimensi dengan perspektif yang indah pula.

13 Juli 2008

Hari terakhir, duh.. sedih rasanya harus meninggalkan Jogja, masih banyak tempat yang ingin kami kunjungi, namun kami harus kembali lagi ke peradaban. Hari ini kami engga kemana-mana, cuma cari sarapan, beberes dan ngobrol2 menghabiskan waktu sambil nunggu jam untuk check out. Engga lupa juga foto2 mengabadikan motel yang murah meriah bernuansa alami ini :)

gbr : teras depan kamar, pintu masuk ke area penginapan, kolam renang

Penginapan di motel ini cukup menarik, dengan 130rb sudah dapet kamar yang bersih full AC dan kamar mandi dalem. Kalau mau yg lebih murah lagi ada yang dibawah seratus ribu, engga pakai AC dan joint bathroom, tapi jangan kuatir, kamar mandinya dijamin bersih kinclong.

gbr : petawisata contributors

Tips :
  • hati-hati dengan penawaran becak/ojek murah dengan iming-iming lima ribu muter2 Jogja
  • di Jogja sekarang ada fasilitas bus Trans Jogja yg bersih, manfaatkan semaksimal mungkin
  • tawar barang di Malioboro paling engga 1/3 dari harga yg diberikan
  • di Mirota batik (di Malioboro) tersedia peta jogja gratis buat panduan jalan-jalan
  • selalu tanya harga makanan jika masuk area lesehan, kebanyakan menu tanpa harga dan menjebak
Sampai jumpa Jogja, kami akan kembali lagi dalam liputan yang lebih lengkap dan menarik ;)...

* Salut buat bus Eka semoga tetep dipertahankan pelayanannya…
* terimakasih untuk Pak Dedy yg bantu untuk booking di Delta

* Terimakasih untuk hadiahnya yang terlalu awal :p, partner traveling yang paling berkesan… lain kali kita lanjutkan lagi berburu tengleng di kota Jogja... masih penasaran 'rek... :
)

Wednesday, March 26, 2008

Rafting - Pekalen River, Probolinggo

Songa - September 2007
Location: Pekalen river, probolinggo jatim

Kami ber-5 berangkat jumat malam, rencananya sih bermalam di tenda dan berapi unggun. Arah yang dituju ke probolinggo, pokoknya terus2 ae, kalo masuk kota pasuruan ya cari yg menuju probolinggo. Cari rumah makan Rawon Nguling yg besar itu, dari sana kurang lebih 30-45 menit lagi menuju base camp. Lupaaa.....soriii....pokoknya ada 2 jalur, malam itu mba yaya menempuh jalur yg lbh jauh, dia hafalnya gang setelah pabrik apa gitu, belok, trus sampai sana kontak2 an ma org songa yg di surabaya! (loh! canggih to!)

Acara melekan dan api unggun ditunda karena benar udara mayan dingin. Esok hari peserta grup dari bank mana gitu udah ramai senam bersama, kami tinggal sikat gigi dll lalu langsung menuju ke tempat pemberangkatan yang lain (mungkin yang kami pakai medan atas-duh serba ga jelas kan!!!!)

Pk 7.30 kami dengan diangkut truk ternak itu berangkat menuju sungai. Kami harus hiking 15 menitan, dgn medan naik turun. Yg lebih sakti para pembawa boat, mereka melewati medan yg sama. Instruksi dijelaskan ketika kami sudah di atas kapal (mungkin krn kami cuma ber-5, setahu saya ketika kami makan siang , ada rombongan dari bank laen yg dijelaskan sblm diangkut truk ternak). Ada beberapa instruksi yg harus dipatuhi seperti dayung maju, mundur, kiri (maksudnya yg sisi kanan pindah ke kiri, yg di kiri diam aja), boom (ini yg paling asik benernya, maksudnya kita akan melewati jeram, dan smua pesrta duduk masuk di tengah).
Cara duduk kita di pinggiran boat, cara pegang dayung dsb. Dalam 1 boat selain kami ber-5 ada 2 guide, 1 di depan, 1 di belakang yg selaku komando aba2.

Debit air saat itu tidak terlalu kencang, mengingat belum memasuki musim hujan walaupun sudah september! Di beberapa area, pemandangan sangat indah, kami leluasa berfoto (walaupun secara resmi dilarang mebawa foto) karena mungkin ketika kami turun tidak bebarengan dengan grup2 laen.Sebelum dekat dengan finish, ada rest shelter, disediakan pisang rebus dan teh jahe.Pada finishing ada jeram yg ditutup, tidak dapat dilewati, karena boat2 pasti terbalik, dalam jangka panjang mereka berencana 'menjinakkan' jeram itu dengan entah memecah batu atau anything else.

FOTO FOTO http://y3nnyw3n.multiply.com/photos/album/24/rafting_on_sept_07

Songa-Desember 2007
Kali ini dari rawong nguling kami menggunakan jalur yg lebih pendek utk sampai ke songa medan atas. Hampir saja kami dilarang turun karena cuaca mendung dan diperkirakan hujan. Tapi kami diijinkan turun, cuma ber-3 dari kami dengan 2 guide. Memang di tengah perjalanan sempat gerimis, tapi toh seperti biasa kami bisa leluasa bermain2 dan mengambil foto. Debit air memang lebih deras, tapi bagi saya tidak terlalu seru karena saya masih ingat medannya:(Dan konyolnya saya sempat terlempar dari boat. Penyebabnya diketahui setelah sesampai di surabaya, kenapa ya? Ternyata skenarionya....pada waktu jeram engga bole noleh ke belakang. Waktu itu saya iseng pengin liat guide di belakang mo ngerjain apa lagi, krn terkadang mereka ngerjain seperti ditrabrakin batu lah, di balik kapalnya lah..:D hehehe...mau nya bikin jatuh mba yaya yg di depan tp saya yg di samping kiri mba yaya malah yg terjatuh.


Regulo - Maret 2008 - Jumat agung
Berangkat ber 22, untuk memenuhi kuota sehingga dr harga 165 jadi 135. Tapi karena cuaca tak mendukung dan kurangnya manajemen waktu yang ketat, ketika kami sampai di base camp regulo pukul 2, hujan lebat menyambut. Sebelum hujan debit air sudah 70, ketika hujan, kayak melihat banjir bandang di sana.Karena bbrp teman harus kerja sabtunya, tersisa lah 9 dari kami.

Kami memang cuma medan bawah, tapi debit air yg 70 itu sudah cukup membuat segala sesuatu seru, baik jeram2nya, maupun lebar sungai.Hanya saja.....karena ada romgongan dr noars yang dialihkan dari medan atas ke bawah, jadi........teknisnya setelah jalan 1 per satu , sebelum jeram yang dianggap berbahaya, kami parkir dengan manis satu persatu, menunggu rescuer boat dr regulo n noars lewat n memasang safety tools, spt tali lah , ato ada yg jaga di titik tertentu.


Welll,,,bosan n capek menunggu nya:(Ada 2 jeram yang kami semua harus lewat jalan darat, cuma kapal kosong yag boleh lewat, krn akan terbalik (dengar dr cerita teman yg sblmnya rafting di sana, rescuer boat nya aja terbalik, boat tmnny jg terbalik ampe ada yg berdarah2).Di rest area, disediakan kelapa muda dan jemblem mungil. Jembatan disediakan utk yang terjun bebas, uji nyali. Wala medannya memang tidak sepanjang songa atas, layak dicoba.

Ditulis oleh : Yenny (Pyor) Wen

Road Trip : Madura Island

Long Weekend di akhir bulan April ini akhirnya memberikan kesempatan untuk sekedar melepas kerinduan pada alam. Jadi kali ini kami memutuskan untuk mengelilingi pulau Madura.

Day 1

Pulau Madura tidaklah jauh dari Surabaya, kita hanya perlu menuju ke Pelabuhan Tanjung Perak(Ujung) dan kemudian menumpang kapal Ferry yang tersedia dan berangkat setiap 15-30 menit sekali sepanjang hari ke Pelabuhan Kamal, Madura. Kami tiba di Ujung jam 15.00 dan kebetulan mendapat FERRY CITRA DHARMA yang sangat menyenangkan. Ferry ini sangat bersih, di dek pertama di lengkapi oleh ruang duduk ber-AC dan toilet yang bersih pula. Dek kedua dilengkapi dengan outdoor playground untuk anak2 dan dinding2 kapal jg di hiasi gambar2 menarik untuk anak2 dan beberapa tumbuhan jg menghiasi sisi2 kapal tersebut.
Di dek ketiga terdapat ruang kemudi dan juga kantin yang di mejanya jg terdapat papan catur, ular tangga atau halma untuk dimainkan penumpang. Di dek ini pula ada sebuah sudut "tempat berkumpul darurat" dengan lukisan dinding yang menarik pula. Jadi kalau diandai2kan kapal ini mirip2 kapal pesiar ekonomis kali ya? :) Penyeberangan memakan waktu 24 menit (ini informasi dari nahkoda kapal di ruang kemudi yang kita ajak berbincang) tidak termasuk waktu tunggu masuknya mobil ke kapal dan waktu sandar.Setiba di Kamal, Madura kita langsung lurus menuju arah Bangkalan yang bisa kita capai dalam waktu 15- 20 menit. Kami memutuskan untuk lanjut dulu ke Sampang yang kami tempuh dalam waktu 1 jam 15 menit-an. Sampang pun kemudian kami lalui dan kami lanjutkan menuju Pamekasan dengan waktu 1 jam dalam guyuran hujan. Kami membuktikan ternyata orang madura suka membantu serta baik2 dan ini telah memperlancar perjalanan kami.

Di Pamekasan kami menyempatkan diri survey beberapa hotel yang terkenal disana. Yang paling kami rekomendasikan adalah
Hotel New Ramayana : Jalan Trunojoyo 88 (0324) 333237,333607
Hotel ini nyaman dengan taman yang cukup asri dan juga kamar hotel yang bersih dan baru. Harganya jg tidak mahal cuman 130ribu untuk 2 orang dengan fasilitas lengkap (TV, air panas, breakfast,springbed) Kelemahannya hotel ini masih 5 menit (mobil) dari pusat kota jauhnya.

Hotel Putri Restoran & Karaoke : Jalan Trunojoyo 107 (0324)322872
Hotel ini lebih ramai dikunjungi orang karena terletak di tengah kotanya dan juga ada restoran dan karaoke yang menjadi hiburan disana. Cukup bersih namun kenyamanannya masih kalah dengan new ramayana karena bangunannya jg lebih tua. Ada yang unik dengan hotel ini. untuk kelas standarnya adalah Rp 125.000,- dan superiornya adalah Rp 175.000,-. Apa coba
bedanya? hehe tak lain dan tak bukan adalah remote TV, dimana jika kita ngambil standard kita nga dapat remote tv. :)

Dari orang2 di hotel tersebut kami mendapat info ada sebuah kawasan tempat berjual makanan bernama SAE SALERA. Disepanjang jalan 1 arah ini berbagai makanan khas Madura di jual. Ada sate lalat,sate ayam, sate kambing, nasi gule, mie goreng, nasi goreng, seafood, bebek ayam goreng. Kami mampir di warung lesehan H. Dody / P. Ento yang menjual sate. Langsung aja aku tanya berapa 10 tusuk gitu ? Kata si bapak Rp 5.000,-/porsi. Ya uda aku pesen 2 porsi + lontong untuk aku sendiri. Dan ternyata .... hehe 1 porsi tuh kalo disana brarti 23 tusuk, kenyang dahh...hahah. Untung sih ternyata maksudnya sate lalat itu, jadi si ayam tuh dagingnya kecil2 seukuran lalat sehingga kalo sekali lahap bisa 5-6 tusuk sekaligus :p ketahuan rakusnya deh!
Di sebelah kami duduk sekeluarga orang Pamekasan yang kemudian kami ajak ngobrol pula sekilas kota ini dan menyarankan kami mencoba nasi gule. Maka tak lama kami berjalan kaki menuju tenda nasi gule,tapi kami tak berhasil mencobanya karena sudah habis.

Dengan cuaca yang dingin dan tdk hujan kami mengunjungi Dhangka (Api Tak Kunjung Padam) yang berjarak sekitar 15 menit dari pusat kota tersebut ke arah balik ke Sampang. Sampai di lokasi ada retribusi sebesar 1500 / mobil. Lokasi api itu adalah sebuah areal kecil berdiameter krg lebih 3-4 meter di batasi pagar pendek. Di sekelilingnya ada bbrp kedai berjualan baju,camilan, minum dan bbrp barang khas madura seperti cambuk dan celurit. Sepertnya api itu adalah hasil dari semacam gas dari dalam tanah sehingga terus menerus menyala sekian tahun. Penduduk sana pun sudah tidak tahu tepatnya kapan api ini ada.
Mereka memanfaatkannya untuk keperluan memasak sehari2 mereka juga.
Kesepian yang menyelimuti kami berdua dan 4 turis lainnya pecah oleh kedatangan sekelompok anak2 muda dari Talang (1/2 jam dari Pamekasan). Mereka ber-10 menghidupkan suasana dengan bernyanyi seru dengan gitar, dan membakar potongan2 ayam mentah yang mereka bawa. Suasana menjadi semacam suasana kemping dan kami mulai mengajak mereka ngobrol, bertukar cerita, dan mrk juga memberikan petunjuk2 seputar perjalanan kami.
Sekitar 1.30 jam berikutnya kami berdua di ajak mrk ikut menyantap hidangan ayam bakar mrk dgn bumbu yang sudah mereka siapkan. Walau kelihatannya tidak menarik, tapi keramahan mrk dan canda tawa kami membuatnya menjadi hidangan yang cukup menyenangkan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 23.00 kami segera berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke Sumenep karena tidak ada lagi yang bisa kami lakukan di Pamekasan.Sumenep kami capai dalam waktu 1 jam 30 menit lalu kami segera mencari hotel yang terkenal disana :
Hotel Sumekar dan Utami Sumekar : Trunojoyo 51 - 53 (0328)672223.
Superior room nya Rp 150.000,-Hotel ini luas banget! Tapi keadaannya tidak sebersih dan terawat hotel2 di Pamekasan. Suasana lama dan pengap menyambut kami ketika melihat kamarnya.

Hotel Wijaya 1 & 2 : Trunojoyo juga (tapi kami lupa meminta kartu namanya)
VIP roomnya Rp 100.000,-
Hotel Wijaya 1 : hotel ini sebenarnya hotel sales yang sederhana namun jg punya bbrp kamar VIP yang setelah kami lihat lebih bersih sedikit dari Utami dengan kamar mandi dalam
Hotel Wijaya 2 : Kami melongok kamar VIP yang dimiliki mereka dan ternyata kamar ini bisa buat main bola kali di dalamnya.hahaha ... dengan kamar mandi dalam, 2 bed kapuk besar, 1 set sofa dan meja,TV dan 1 lemari es tua yang tidak tahu bisa berfungsi atau tidak, dan AC lama juga.

Merasa belum cocok, kami berputar2 lagi dan mampir ke Hotel Safari yang tingkatnya dibawah yang 2 tadi. Kemudian dengan rekomendasi si bapak penjaga kami menuju Hotel Garuda yang keberadaannya tidak ada di panduan kami.
Hotel Garuda : Jalan Trunojoyo 280 (0328) 665543
Tampak depannya adalah sebuah rumah besar. Tidak terlalu banyak kamar yang dimilikinya tapi kebersihannya terjamin. Gambar dibawah adalah gambar ruangan yang kami tempati dengan harga Rp 100.000,- sangatlah murah dibanding hotel sebelumnya yang kami lihat. Fasilitasnya : AC baru, 2 springbed, kamar mandi dalam, TV,air welcome drink botol tanggung,sabun mandi kecil,handuk dan makan pagi (nasigoreng, telur, ayam, dan teh manis).Murah abis kan?? Dewi fortuna masih menyertai kami :p
Day 2

Setelah merencanakan perjalanan kami di subuh hari tadi sebelom tidur, maka jam 6.00 alarm sudah berteriak2 membangunkan kami. Dengan semangat kami membuka mata, beres2 dan breakfast sebelum check out dan melanjutkan perjalanan ini.
Sang bapak penjaga hotel yang baik hati memberikan info tambahan kepada kami agar berangkat ke Pantai Slopeng dulu sebelum ke Pantai Lombang karena Lombang lebih rindang pepohonannya. Maka kami memutuskan untuk menurutinya. Sebelumnya kami menyempatkan diri mencoba jajanan khas Sumenep yaitu Apem (atau di baca Apen disana). Lokasinya ada di jalanan menuju Lombang di Jalan Gapura, ada 2 kedai yang kami lihat disana, kami mencoba kedai pertama. Apen ini hanya di jual di pagi hari jadi kalau tidak mau kehabisan jangan datang siang2 ya. Apen yang dijual disini ada 2 jenis : dengan atau tanpa telur. Harganya
sama saja, dan di patok Rp 4.500,- /10 buah dan penyajiannya dengan di siram gula aren.
Lanjut lagi, kami segera menuju Slopeng. Dan sejak awal perjalanan ini kami melihat sesuatu yang menarik dimana ada banyak sekali PBV (Perkumpulan Bola Volley) yang tak terhitung jumlahnya walau ada yang benar2 berupa lapangan dan ada juga yang mendirikan net di tanah kosong saja, bahkan sampai perjalanan pulang kami pun masih banyak PBV bertebaran. Papan PBV itu di sponsori oleh Sampoerna Hijau, setelah selidik punya selidik ternyata Madura sedang di landa demam Volley!! Di pantai, di teras rumah, di sekolahan, bahkan pagar rumah pun jadi net volley!!! hehehhe .... semangat volley terasa banget dan herannya, banyak banget pemuda pemudi di pulau itu yang cukup mahir bermain volley.
1 jam kemudian kami tiba di Slopeng setelah melewati sawah2 yang subur menghijau dengan petani2 yang baik hati dan ramah. Sampai di lokasi kami di tarik Rp 5.000,- sebagai biaya masuk. Ada beberapa gazebo2 kecil untuk berteduh, dan banyak nyiur di tepi pantai yang sedang surut. Keadaan tempat wisata ini bisa dibilang cukup bersih dan terawat. Memuaskan diri untuk bermain dan menikmati pantai itu sebentar lalu kami melanjutkan perjalanan ke Lombang.

Kami tak mengira kami bakal di hadang oleh jalanan tanah tak beraspal yang tak kunjung habis dijalanan yang menghubungkan Slopeng dan Lombang. Sebenarnya ada jalan lain menuju Lombang tapi dari kota Sumenep. Kami memilih menikmati perjalanan menyusur persawahan dan perbukitan kapur ini, bahkan kami menyempatkan diri untuk menepi dan melihat lokasi penambangan kapur di sana.
1 jam perjalanan kami tempuh dengan kecepatan 10-20 km /jam di desa ini, terlihat sekali sepertinya jarang atau bahkan langka sebuah mobil bukan truk melewati jalan ini,bahkan mata sang sapi pembajak(banyak banget disana) juga mengawasi mobil kami dari kemunculan kami sampai menghilang di ujung mata mereka(lucu banget deh sapi2 itu).Sempat juga kami harus merepotkan sang petani untuk menggiring para sapi untuk keluar jalan demi membiarkan kami lewat dulu.Selepas desa ini, kami masih dihadang jalan aspal yang buruk sebelum akhirnya kami bertemu dengan jalanan aspal yang bagus dan normal. Kami menghabiskan 1/2 jam lagi setelah keluar dari jalan tanah jelek tersebut sampai akhirnya kami tiba di Lombang.
Pantai Lombang bisa di samakan dengan rata2 pantai lain di Indonesia dan memang lebih teduh dan luas dibanding Slopeng. Ada penjual makanan dan minuman juga dan harga yang mereka berikan sangatlah murah untuk sebuah tempat makan di sebuah tempat wisata. 1 buah degan muda hanya dipatok Rp 2.000,-. Saya menyempatkan diri mencoba Rujak Madura yang terlihat berbeda dengan rujak Surabaya. Rujak madura ini memakai petis ikan dan tanpa kecap manis, jadi rasanya asin2 dengan rasa kacang keras sebagai bumbunya. Isinya : ketupat, sayur, timun, kedondong. Hummm di makan pedas nikmatnya top deh!! Sepiring rujak ini juga cuman Rp 2.500,-
Dengan perut yang cukup penuh perjalanan kembali ke Sumenep kami lakukan.45 menit kemudian di kota Sumenep kami memanjakan naga2 di perut kami dengan mencoba Soto Sabreng khas Sumenep di jalan Irama. Sebenarnya kami mencari warung Ny. Harpini di
jalan Letnan Ramli no 1 yang katanya sudah berjualan sejak tahun 1955, tapi kami tidak menemukannya. Dalam pencarian kami, ada ibu2 bersepeda motor yang dengan sangat baik hati memandu dan mengantar kami ke depot di jalan Irama itu. hehe... ya uda kami coba disana lah. Soto Sabreng tuh berisi babat, usus, singkong, lontong,kemudian di siram saus ulekan kacang, petis ikan dan cabai kalo mau dan selanjutnya di siram kuah soto. Hehe nga parah2 kok rasanya, enak juga. Kami merogoh kantong sebesar Rp 13.500,- untuk 2 porsi soto dan 2 gelas teh.Seneng deh makan kenyang trus dengan harga murah :pSetelah kembali kami mendengarkan bbrp petunjuk dari pemilik depot kami membeli beberapa camilan khas sumenep yang kebanyakan berupa hasil laut yang dikemas sebagai oleh2 khas daerah ini tak jauh dari depot itu.

Ternyata kenyang nga menjamin kita nga kesasar hahahaha.... tapi nga lama kami menemukan Keraton Sumenep yang kami cari di belakang alun2 kota ini. Ada biaya Rp 1000,- / orang untuk karcis masuk museum keraton dan kemudian kami harus dipandu oleh petugas untuk masuk ke dalam keraton. Sang bapak pemandu mulai bercerita asal usul dan sejarah kota ini sembari memperlihatkan barang2 peninggalan kerajaaan yang usianya berusia ratusan tahun.
Sayang sungguh disayang, keraton ini tidak sebersih penampilan luarnya. Sungguh sayang, banyak foto2 lama yang rusak, barang2 yang berdebu tanpa perawatan khusus yang dibutuhkannya, lapuk rusak dimakan usia. Banyak benda2 sejarah tergeletak begitu saja di dalam etalase. Bahkan ada fosil tulang utuh paus yang cukup besar penuh dengan sarang spiderman.
Satu2nya ruang yang terawat dan sakral adalah tempat tidur Putri Kuning (ibu dari Jokotole, seorang tokoh Sumenep di jaman kerajaan dulunya). Areal itu tidak boleh dimasuki, kita hanya
bisa mengintip dari lubang jendela kamar sang Putri. Kolam mandi sang Putri sekarang telah berubah fungsi sebagai kolam ikan dan air sumber yang mengalir sejak jaman dulu itu di yakini bisa membuat awet muda. Selesai berkeliling, kami memberikan sedikit tips sekedarnya untuk sang pemandu. Sempat dia menyarankan kita untuk tidak ke Kalianget (15 menit dari sana) dimana ada Ladang Garam yang menarik untuk dilihat, tapi tidak pada musim hujan. Pada bulan2 musim penghujan, tambak belum di gunakan dan hanya merupakan tambak tanah biasa dengan ikan2.
Ya sutra, puas mengelilingi Sumenep kami melanjutkan road trip ini keluar menuju Pamekasan. Namun kembali kami mampir dulu di Vihara Avalokitesvara yang berada di daerah Talang (45 menit dari Sumenep). Vihara ini unik karena benar2 mencerminkan kerukunan hidup umat beragama. Vihara ini menyediakan tempat ibadah untuk agama budha, hindu, islam, konghucu. Kami tidak berhasil menemukan yang untuk kristen tapi kami yakin pasti jg ada di sana. Tak berlama2 setelah menyempatkan diri untuk berterimakasih dan bersembahyang kami melanjutkan perjalanan.
Tak lama kami berhenti di Pantai terakhir yang ingin kami kunjungi, Pantai Camplong. Betapa kecewa, ini pantai terburuk yang kami lihat sepanjang perjalanan ini. Kotor, kumuh, tak terawat, bau tak sedap semua menyambut kami ketika kami tiba disana. Kami tidak perlu membayar karcis karena loket sudah tutup. Ada Camplong Beach Hotel persis di pantai ini, tapi ..... menyedihkan sekali kondisi hotel yang mungkin dulunya jaya ini. Hotel besar,cottage2 yang mungkin dulunya terlihat cantik dengan 2 kolam renang besar yang skrg lebih hitam dari warna air di tambak.Sungguh sayang ...

Ya sudahlah kami segera meninggalkan pantai ini dan segera menuju Bangkalan, kota pemberhentian terakhir kami. Di Bangkalan seharusnya ada makanan khas yang cukup lezat seperti nasi petis depot Amboina di sebelah masjid Jamik yang berupa nasi, lauk daging, paru, bihun, telur rebus dengan bumbu petis dan sambal.Nasi serpang (nasi putih,ikan, rempeyek udang, bihun dan telur
asin) dan sate lappa (sate daging dengan bumbu kacang dan kecap), bebek ketengan,bubur madura, sate sumsum. Tapi...... smuanya hanya dijual di pagi hari.hahahaha ....

Kami mampir di sebuah toko oleh2 khas bangkalan Nusa Indah Jln KH Moh Kohlil 105 (031)3091608. Dijalanan ini juga banyak sekali warung2 tenda yang menjual makanan tapi ya... bukan makanan yang khas sih. Dari sang penjaga toko yang ramah kami di
rekomendasikan untuk makan bebek madura di Warung Barokah beberapa meter dari sana. Warung ini bukan warung tenda, sudah hampir mirip depot. Yang menarik, di dinding warung ini ada sebuah pengumuman pemerintah bahwa warung ini terkena pajak PPn 10% hehehe nga tau beneran nga itu, bebek yang dijual seharga di Surabaya sih masih umum kok. Dengan sambal mentah hasil ulekan saja, dan bumbu racikan berwarna hitam kekuningan dan asin hummmm ini menjadi hidangan penutup yang lumayan indah.
Mohon maaf karena 1 dan lain hal sang naga2 di dalam perut mengacau, jadi langsung santap sampe lupa ambil foto nya.hehehe

20 menit kemudian kami sudah di atas kapal ferry (kali ini ferry yang seperti pada umumnya). Mengambil tempat di anjungan paling atas kami memandang Madura dengan lampu2 nya untuk terakhir kali dan menutup perjalanan kami.