Sudah lama diriku tidak jadi sopir trayek luar provinsi. Kali ini berdua dengan Lik kami menyusuri jalanan Surabaya - Jogja dengan si mungil Karimun. Kami memilih tanggal ini karena kami berharap mereka yang mengambil libur lebaran sedang memasuki arus balik. Dan benar saja, kemacetan di arah sebaliknya kami lihat panjang sekali.
Kami berangkat malam hari sekitar pukul 20.00 WIB dan memutuskan untuk menuju Borobudur langsung sebagai tempat tujuan pertama kami. Tiba sekitar pukul 03.00 di Jogja dengan Lik sbg driver, baru lah diriku yang menggantikan ketika kami menuju Borobudur melalui ringroad (sekitar 45 menit) Karena terlalu pagi, kami harus beristirahat di mobil menunggu gerbang di buka pukul 06.00 WIB.
Untuk memasuki lahan parkir Candi simbol kebangkitan ini, kita di kenakan tarip Rp 5.000,- /mobil. Dan kemudian juga harus antri di loket wisatawan Nusantara serta membayar tiket masuk Rp 9.000,- / orang dan Rp 1.000,- / kamera.
Di dalam taman wisata ini pengunjung tidak di perbolehkan untuk membawa makanan di karenakan alasan kebersihan. Jadi jangan tersinggung karena sebelum masuk kita harus membuka tas kita untuk di periksa satu persatu.
Untuk menikmati dan membaca cerita relief Borobudur, kita bisa masuk melalui pintu timur dan bergerak searah jarum jam dan menempatkan candi di sisi kanan kita dari tingkat bawah sampai tingkat tertinggi. Konon sebagai penghormatan kita bisa memutari setiap tingkatan sebanyak 3 kali.Ketika keluar menuju tempat parkir kita akan di lewatkan di pasar souvenir yang menjual berbagai pernak pernik sebagai barang oleh2. Jika ingin membeli sesuatu yang khas dari kota ini pahatan batu berbentuk borobudur bisa di jadikan pilihan karena Magelang terkenal sebagai kota pemahat.
Belum tidur semalam dan perut yang berteriak minta makan bukan lah perpaduan yang menarik. Jadi kami mencoba mencari solusi keduanya sekaligus di Bladok Losmen & Restaurant. Jalan Sosrowijan 76. (0274) 560452. Kenapa Bladok? Karena makanan western food disini emang mantap punya. Dia membuat rotinya sendiri. Nih biar tambah ngiler ...
Soal harga yah..relatif ya.Nih bocorannya.. ;) Ice tea Rp 5.000,-, American breakfast Rp 21.000,-
Kami berangkat malam hari sekitar pukul 20.00 WIB dan memutuskan untuk menuju Borobudur langsung sebagai tempat tujuan pertama kami. Tiba sekitar pukul 03.00 di Jogja dengan Lik sbg driver, baru lah diriku yang menggantikan ketika kami menuju Borobudur melalui ringroad (sekitar 45 menit) Karena terlalu pagi, kami harus beristirahat di mobil menunggu gerbang di buka pukul 06.00 WIB.
Untuk memasuki lahan parkir Candi simbol kebangkitan ini, kita di kenakan tarip Rp 5.000,- /mobil. Dan kemudian juga harus antri di loket wisatawan Nusantara serta membayar tiket masuk Rp 9.000,- / orang dan Rp 1.000,- / kamera.
Di dalam taman wisata ini pengunjung tidak di perbolehkan untuk membawa makanan di karenakan alasan kebersihan. Jadi jangan tersinggung karena sebelum masuk kita harus membuka tas kita untuk di periksa satu persatu.
Untuk menikmati dan membaca cerita relief Borobudur, kita bisa masuk melalui pintu timur dan bergerak searah jarum jam dan menempatkan candi di sisi kanan kita dari tingkat bawah sampai tingkat tertinggi. Konon sebagai penghormatan kita bisa memutari setiap tingkatan sebanyak 3 kali.Ketika keluar menuju tempat parkir kita akan di lewatkan di pasar souvenir yang menjual berbagai pernak pernik sebagai barang oleh2. Jika ingin membeli sesuatu yang khas dari kota ini pahatan batu berbentuk borobudur bisa di jadikan pilihan karena Magelang terkenal sebagai kota pemahat.
Belum tidur semalam dan perut yang berteriak minta makan bukan lah perpaduan yang menarik. Jadi kami mencoba mencari solusi keduanya sekaligus di Bladok Losmen & Restaurant. Jalan Sosrowijan 76. (0274) 560452. Kenapa Bladok? Karena makanan western food disini emang mantap punya. Dia membuat rotinya sendiri. Nih biar tambah ngiler ...
Soal harga yah..relatif ya.Nih bocorannya.. ;) Ice tea Rp 5.000,-, American breakfast Rp 21.000,-
(Liputan soal Losmen Bladok monggo click disini)
Sayangnya, karena masih musim liburan kami tidak mendapat tempat di sekitaran Malioboro. Jadi kami berputar sedikit lebih jauh dan akhirnya menemukan hotel Sala,dan karena kebetulan ini cabang ke 3 dari 5 cabangnya maka di namakan hotel Sala Tiga. Jalan Dagen 48 (0274) 580600. Hotel ini cukup bersih, dengan kamar mandi dalam dan teras sendiri. Karena sudah cukup lelah dan tidak ingin mengadu peruntungan lagi di masa liburan ini. Maka kami ambil 1 kamar ber AC tapi tanpa air panas. (Maaf entah kenapa sepertinya bonnya terselip entah dimana, jadi tidak bisa memberikan kisaran harganya)
Sayangnya, karena masih musim liburan kami tidak mendapat tempat di sekitaran Malioboro. Jadi kami berputar sedikit lebih jauh dan akhirnya menemukan hotel Sala,dan karena kebetulan ini cabang ke 3 dari 5 cabangnya maka di namakan hotel Sala Tiga. Jalan Dagen 48 (0274) 580600. Hotel ini cukup bersih, dengan kamar mandi dalam dan teras sendiri. Karena sudah cukup lelah dan tidak ingin mengadu peruntungan lagi di masa liburan ini. Maka kami ambil 1 kamar ber AC tapi tanpa air panas. (Maaf entah kenapa sepertinya bonnya terselip entah dimana, jadi tidak bisa memberikan kisaran harganya)
Setelah tidur pagi :p kami memilih Museum Ullen Sentalu (click saja) di kawasan Kaliurang sebagai next stop.
Ketika memasuki kawasan Kaliurang akan di kenakan Rp 2.000,- untuk masing2 mobil dan orang.Museum sejarah Jawa dan batik ini buka pada pukul 09.00 - 15.30 WIB. Dan tiket nya seharga Rp 25.000,- untuk wisatawan lokal. Rp 50.000,- for foreigner. Kita akan memasuki museum bersama2 dibatasi sekitar 10 orang /rombongan dan di pandu oleh guide yang akan menceritakan sejarah dari awal kita masuk. Museum ini tutup pada hari Senin. Sebelum memasuki "gua pohon" ini, kita di peringatkan bahwa tidak boleh mengambil foto didalam. Dan jika ada yang mau di titipkan, bisa menggunakan loker yang di sediakan free.
Ullen Sentalu merupakan singkatan dari “ULating blENcong SEjatiNe TAtaraning LUmaku” yang artinya adalah “Nyala Lampu Blencong sebagai Petunjuk Manusia dalam Melangkah Meniti Kehidupan”.
Museum ini bangunannya tidak tampak dari luar, malah terlihat seperti hutan dan seperti kita akan memasuki pohon beringin tua. Dingin, sejuk menambah suasana oldies dan mistisnya. Setelah masuk, kita akan memasuki ruang bawah tanah yang ternyata di dekorasi dengan wah..dan keren. Pokoknya keren n eksotis deh, dingin dan tidak bau.
Oleh sang guide kita akan di ajak melihat alat2 musik tradisional Jawa di ruang pertama. Dia bercerita dengan luwes dan cepat lalu membawa kami ke ruang berikut melalui lorong2 yang penuh berisi lukisan yang menceritakan sejarah kerajaan Jogja dan Solo serta keturunan Sultan. Tentang putri2 kerajaan yang ternyata tidak lah kuno. Mereka bahkan sudah bersekolah di luar negeri di jaman dahulu itu. Ada lukisan yang juga di buat 3 dimensi seorang putri yang fashionable, ada lukisan Pangeran Charles n Lady Di beserta Sultan. Ada lukisan yang di buat sedemikian rupa sehingga mata mereka yang ada di lukisan itu mengikuti arah gerak kita. (keren..). Lukisan2 ini di lukis oleh pelukis khusus kerajaan yang tidak di publish namanya.
Tiba kami diruang lain, yang berisikan kumpulan puisi dari seorang putri yang dijodohkan dengan pria yang tidak dicintainya. Puisi2 itu di pajang dalam kotak2 kaca dan bahasanya begitu indah2. Sang putri bertukar surat dengan bibi dan sepupu2nya yang juga membalas dengan puisi balasan.
Di ruang lain adalah koleksi motif batik yang menjadi sejarah kerajaan Solo dan Jogja. Ada yang hanya di pakai untuk acara2 kebesaran dan lain sebagainya.
Berikutnya kami di ajak mengenal seorang putri yang sangat modern pemikirannya. Pandai berkuda, menguasai 4 bahasa dan menentang monogami dalam kerajaan. Beliau pernah menolak lamaran Pak Karno karena sudah ada istri2 sebelumnya. Di kisahkan dia baru menikah pada usia 30 tahun pada masa seorang gadis biasanya di nikahkan umur 10 tahun.
Melewati rimbunnya pohon2 kami sampai di ruangan lain yang tidak kalah dingin dr ruangan sebelum2nya. Lebih berasa dingin lagi ketika nama Nyi Roro Kidul di sebut. Dalam ruangan itu ada lukisan besar tentang tarian yang hanya boleh di tarikan pada saat raja naik tahta. Tarian ini ditarikan oleh 9 penari perawan dan harus dalam keadaan tidak haid serta berpuasa sebelum melakukannya. Bagi orang Jawa 10 adalah angka yg sempurna, sebenarnya ada 1 penari lagi yang diyakini ikut menarikannya yaitu Nyi Roro Kidul yang dalam lukisannya di buat sedikit transparan.
Terakhir kita di suguhi teh ramuan seorang putri keraton secara gratis sembari bisa melihat2 souvenir di toko yang berisi batik2 dengan banyak model. Teh ini konon bisa membuat panjang umur, terbuat dari campuran cengkeh, jahe, daun pandan dan ramuan rahasia dari sang putri.
Dengan pengetahuan baru kami pulang kembali ke Jogja. Kami menyempatkan diri berhenti di Gudeg Mbarek Bu Hj Ahmad yang berada di Kaliurang Km 10. Kami ingin menyantap hidangan khas Jogja tersebut. Enak nih apalagi perut belum terisi lagi. Rumah makan yg luas ini tampak kosong tapi kami jg harus menunggu karena ternyata banyak pesanan mrk terima.
Sejarah sudah, makanan khas sudah, kami kembali ke kawasan Malioboro tepatnya persis di sebelah stasiun kereta api. Kami sedang mencari sebuah minuman yang terdengar aneh bagi kami dan hampir2 susah membayangkan bagaimana meminumnya. Namanya Kopi Joss. Ternyata ini adalah minuman kopi (bisa juga teh) yang di cemplungin arang membara sehingga bunyinya josss.....dan itulah yang kita minum. Tidak higienis memang mengingat arang itu di ambil dari pembakaran air yang di gunakan untuk membuat kopi tersebut tapi cukup unik nan kreatif. Lek Wi sang pemilik angkringan mengatakan khasiatnya bisa buat badan hangat dan tidak gampang masuk angin. Di jalan ini ada beberapa angkringan(warung dan lesehan mgkn ya kalau di sini) dan penuh dengan remaja2 yg jg menikmati nasi bungkus murah dan gorengan. Angkringan2 ini buka sejak pukul 13.00 sampai pukul 04.00 pagi.
Ketika kami melihat jalanan Malioboro yang penuh sesak walau sudah mulai meringkas barang2 mereka, kami memutuskan untuk mencuci mata sejenak di kawasan belanja yang paling ramai di Jogja ini. Tapi kami hanya sekedar lewat karena kami baru akan menelusuri Malioboro dan Pasar Beringhardjo keesokan harinya.
Sehabis sarapan yang di sediakan dari hotel kami tetap beristirahat mengingat akan melakukan perjalanan panjang untuk pulang ke Surabaya lagi. Jadi kami mengumpulkan tenaga sampai waktu check out hotel kemudian menuju ke daerah Malioboro. Kami memilih parkir di sebelah Bank Indonesia karena kami ingin mencoba sebuah resto yg di rekomendasikan oleh seorang pengunjung angkringan di malam sebelumnya. Tidak mau membuang waktu dan tenaga, kami bertanya kepada pak polisi yang kemudian membantu kami memanggil becak dan menjelaskan pada pak becak ttg tujuan kami sekaligus menawarkan harga (baek banget deee pak pol nyaa...)
Kurang lebih 10 menit kami sampai di Bale Raos yang ternyata berada di dalam kawasan Keraton. Harganya termasuk tinggi tapi disini kita bisa menikmati hidangan yang di sajikan untuk Sultan dan tamu2 keraton. Pada menunya kita bisa melihat makanan mana yang di sukai oleh Sultan ke brapa. Misalnya Bestik Djawa atau Es Secang yang merupakan welcome drink untuk tamu2 kerajaan. Tidak terlalu memuaskan perut, tapi lidah cukup puas (alias....kurang banyak makannya hahahaha) Tak apalah, sekali lagi.. tempat yang unik dan tidak akan ditemui di tempat lain.
Sehabis deg2an di jalan gara2 kita salah cegat bapak becak yang uda tua gitu(sampe nga tega deh duduknya) pake nabrak becak lain pula si bapak :( akirnya sampe deh kembali di kawasan Malioboro. Untuk menjawab si perut maka berhentilah kami di depan Pasar Beringhardjo untuk makan fastfood khas Jogja yaitu Pecel Pincuk. Wah makan pecel, tahu dan tempe bacem di sertai lombok sesuka hati. Puas dah....Mengingat saran tips dari teman2 lain, maka proses tawar menawar pun terjadi lah ketika kami memasuki pasar berisikan baju2 batik itu. Baju bayi, ibu hamil, baju tidur, hem kerja, semua ada dari batik. Kelihatannya selain karena musim libur, pasar ini jadi begitu penuh karena batik baru saja di canangkan sebagai warisan asli Indonesia.
Belanja di pasar ini lebih bisa di tawar daripada di luarannya alias jalan Malioboro. Kebanyakan barang di Malioboro hampir seragam harganya dari penjual satu ke lainnya. Jika ingin membeli oleh2 bisa juga membeli bakpia pathuk konon yang terkenal enak nomor 25 dan 75. Tapi ada pula toko di tengah2 malioboro itu yang menyajikan bakpia fresh from the oven (bak breadtalk gitu tmptnya). Bisa di cicip dulu sebelum membeli.
Kami menyusuri Malioboro sampai kaki berasa mau patah dan sepertinya mobil kami menjadi yang terakhir meninggalkan tmpt parkir. Segera kami menuju ke arah jalanan pulang Surabaya dan mampir di Mc D sebagai santapan akhir kami di Jogja dan untuk berganti baju dan menyegarkan diri menempuh malam, kali ini diriku sebagai driver sampai di Surabaya. (masuk rumah terus keluar lagi menuju Batu...hancur dah... tapi bahagia akhirnya sempat berlibur) :p
Sekian laporan dari Jogjakarta, doakan semoga punya waktu lagi dan jumpa di tempat yang lain ya.
Ketika memasuki kawasan Kaliurang akan di kenakan Rp 2.000,- untuk masing2 mobil dan orang.Museum sejarah Jawa dan batik ini buka pada pukul 09.00 - 15.30 WIB. Dan tiket nya seharga Rp 25.000,- untuk wisatawan lokal. Rp 50.000,- for foreigner. Kita akan memasuki museum bersama2 dibatasi sekitar 10 orang /rombongan dan di pandu oleh guide yang akan menceritakan sejarah dari awal kita masuk. Museum ini tutup pada hari Senin. Sebelum memasuki "gua pohon" ini, kita di peringatkan bahwa tidak boleh mengambil foto didalam. Dan jika ada yang mau di titipkan, bisa menggunakan loker yang di sediakan free.
Ullen Sentalu merupakan singkatan dari “ULating blENcong SEjatiNe TAtaraning LUmaku” yang artinya adalah “Nyala Lampu Blencong sebagai Petunjuk Manusia dalam Melangkah Meniti Kehidupan”.
Museum ini bangunannya tidak tampak dari luar, malah terlihat seperti hutan dan seperti kita akan memasuki pohon beringin tua. Dingin, sejuk menambah suasana oldies dan mistisnya. Setelah masuk, kita akan memasuki ruang bawah tanah yang ternyata di dekorasi dengan wah..dan keren. Pokoknya keren n eksotis deh, dingin dan tidak bau.
Oleh sang guide kita akan di ajak melihat alat2 musik tradisional Jawa di ruang pertama. Dia bercerita dengan luwes dan cepat lalu membawa kami ke ruang berikut melalui lorong2 yang penuh berisi lukisan yang menceritakan sejarah kerajaan Jogja dan Solo serta keturunan Sultan. Tentang putri2 kerajaan yang ternyata tidak lah kuno. Mereka bahkan sudah bersekolah di luar negeri di jaman dahulu itu. Ada lukisan yang juga di buat 3 dimensi seorang putri yang fashionable, ada lukisan Pangeran Charles n Lady Di beserta Sultan. Ada lukisan yang di buat sedemikian rupa sehingga mata mereka yang ada di lukisan itu mengikuti arah gerak kita. (keren..). Lukisan2 ini di lukis oleh pelukis khusus kerajaan yang tidak di publish namanya.
Tiba kami diruang lain, yang berisikan kumpulan puisi dari seorang putri yang dijodohkan dengan pria yang tidak dicintainya. Puisi2 itu di pajang dalam kotak2 kaca dan bahasanya begitu indah2. Sang putri bertukar surat dengan bibi dan sepupu2nya yang juga membalas dengan puisi balasan.
Di ruang lain adalah koleksi motif batik yang menjadi sejarah kerajaan Solo dan Jogja. Ada yang hanya di pakai untuk acara2 kebesaran dan lain sebagainya.
Berikutnya kami di ajak mengenal seorang putri yang sangat modern pemikirannya. Pandai berkuda, menguasai 4 bahasa dan menentang monogami dalam kerajaan. Beliau pernah menolak lamaran Pak Karno karena sudah ada istri2 sebelumnya. Di kisahkan dia baru menikah pada usia 30 tahun pada masa seorang gadis biasanya di nikahkan umur 10 tahun.
Melewati rimbunnya pohon2 kami sampai di ruangan lain yang tidak kalah dingin dr ruangan sebelum2nya. Lebih berasa dingin lagi ketika nama Nyi Roro Kidul di sebut. Dalam ruangan itu ada lukisan besar tentang tarian yang hanya boleh di tarikan pada saat raja naik tahta. Tarian ini ditarikan oleh 9 penari perawan dan harus dalam keadaan tidak haid serta berpuasa sebelum melakukannya. Bagi orang Jawa 10 adalah angka yg sempurna, sebenarnya ada 1 penari lagi yang diyakini ikut menarikannya yaitu Nyi Roro Kidul yang dalam lukisannya di buat sedikit transparan.
Terakhir kita di suguhi teh ramuan seorang putri keraton secara gratis sembari bisa melihat2 souvenir di toko yang berisi batik2 dengan banyak model. Teh ini konon bisa membuat panjang umur, terbuat dari campuran cengkeh, jahe, daun pandan dan ramuan rahasia dari sang putri.
Dengan pengetahuan baru kami pulang kembali ke Jogja. Kami menyempatkan diri berhenti di Gudeg Mbarek Bu Hj Ahmad yang berada di Kaliurang Km 10. Kami ingin menyantap hidangan khas Jogja tersebut. Enak nih apalagi perut belum terisi lagi. Rumah makan yg luas ini tampak kosong tapi kami jg harus menunggu karena ternyata banyak pesanan mrk terima.
Sejarah sudah, makanan khas sudah, kami kembali ke kawasan Malioboro tepatnya persis di sebelah stasiun kereta api. Kami sedang mencari sebuah minuman yang terdengar aneh bagi kami dan hampir2 susah membayangkan bagaimana meminumnya. Namanya Kopi Joss. Ternyata ini adalah minuman kopi (bisa juga teh) yang di cemplungin arang membara sehingga bunyinya josss.....dan itulah yang kita minum. Tidak higienis memang mengingat arang itu di ambil dari pembakaran air yang di gunakan untuk membuat kopi tersebut tapi cukup unik nan kreatif. Lek Wi sang pemilik angkringan mengatakan khasiatnya bisa buat badan hangat dan tidak gampang masuk angin. Di jalan ini ada beberapa angkringan(warung dan lesehan mgkn ya kalau di sini) dan penuh dengan remaja2 yg jg menikmati nasi bungkus murah dan gorengan. Angkringan2 ini buka sejak pukul 13.00 sampai pukul 04.00 pagi.
Ketika kami melihat jalanan Malioboro yang penuh sesak walau sudah mulai meringkas barang2 mereka, kami memutuskan untuk mencuci mata sejenak di kawasan belanja yang paling ramai di Jogja ini. Tapi kami hanya sekedar lewat karena kami baru akan menelusuri Malioboro dan Pasar Beringhardjo keesokan harinya.
Sehabis sarapan yang di sediakan dari hotel kami tetap beristirahat mengingat akan melakukan perjalanan panjang untuk pulang ke Surabaya lagi. Jadi kami mengumpulkan tenaga sampai waktu check out hotel kemudian menuju ke daerah Malioboro. Kami memilih parkir di sebelah Bank Indonesia karena kami ingin mencoba sebuah resto yg di rekomendasikan oleh seorang pengunjung angkringan di malam sebelumnya. Tidak mau membuang waktu dan tenaga, kami bertanya kepada pak polisi yang kemudian membantu kami memanggil becak dan menjelaskan pada pak becak ttg tujuan kami sekaligus menawarkan harga (baek banget deee pak pol nyaa...)
Kurang lebih 10 menit kami sampai di Bale Raos yang ternyata berada di dalam kawasan Keraton. Harganya termasuk tinggi tapi disini kita bisa menikmati hidangan yang di sajikan untuk Sultan dan tamu2 keraton. Pada menunya kita bisa melihat makanan mana yang di sukai oleh Sultan ke brapa. Misalnya Bestik Djawa atau Es Secang yang merupakan welcome drink untuk tamu2 kerajaan. Tidak terlalu memuaskan perut, tapi lidah cukup puas (alias....kurang banyak makannya hahahaha) Tak apalah, sekali lagi.. tempat yang unik dan tidak akan ditemui di tempat lain.
Sehabis deg2an di jalan gara2 kita salah cegat bapak becak yang uda tua gitu(sampe nga tega deh duduknya) pake nabrak becak lain pula si bapak :( akirnya sampe deh kembali di kawasan Malioboro. Untuk menjawab si perut maka berhentilah kami di depan Pasar Beringhardjo untuk makan fastfood khas Jogja yaitu Pecel Pincuk. Wah makan pecel, tahu dan tempe bacem di sertai lombok sesuka hati. Puas dah....Mengingat saran tips dari teman2 lain, maka proses tawar menawar pun terjadi lah ketika kami memasuki pasar berisikan baju2 batik itu. Baju bayi, ibu hamil, baju tidur, hem kerja, semua ada dari batik. Kelihatannya selain karena musim libur, pasar ini jadi begitu penuh karena batik baru saja di canangkan sebagai warisan asli Indonesia.
Belanja di pasar ini lebih bisa di tawar daripada di luarannya alias jalan Malioboro. Kebanyakan barang di Malioboro hampir seragam harganya dari penjual satu ke lainnya. Jika ingin membeli oleh2 bisa juga membeli bakpia pathuk konon yang terkenal enak nomor 25 dan 75. Tapi ada pula toko di tengah2 malioboro itu yang menyajikan bakpia fresh from the oven (bak breadtalk gitu tmptnya). Bisa di cicip dulu sebelum membeli.
Kami menyusuri Malioboro sampai kaki berasa mau patah dan sepertinya mobil kami menjadi yang terakhir meninggalkan tmpt parkir. Segera kami menuju ke arah jalanan pulang Surabaya dan mampir di Mc D sebagai santapan akhir kami di Jogja dan untuk berganti baju dan menyegarkan diri menempuh malam, kali ini diriku sebagai driver sampai di Surabaya. (masuk rumah terus keluar lagi menuju Batu...hancur dah... tapi bahagia akhirnya sempat berlibur) :p
Sekian laporan dari Jogjakarta, doakan semoga punya waktu lagi dan jumpa di tempat yang lain ya.