Wednesday, March 26, 2008

Rafting - Pekalen River, Probolinggo

Songa - September 2007
Location: Pekalen river, probolinggo jatim

Kami ber-5 berangkat jumat malam, rencananya sih bermalam di tenda dan berapi unggun. Arah yang dituju ke probolinggo, pokoknya terus2 ae, kalo masuk kota pasuruan ya cari yg menuju probolinggo. Cari rumah makan Rawon Nguling yg besar itu, dari sana kurang lebih 30-45 menit lagi menuju base camp. Lupaaa.....soriii....pokoknya ada 2 jalur, malam itu mba yaya menempuh jalur yg lbh jauh, dia hafalnya gang setelah pabrik apa gitu, belok, trus sampai sana kontak2 an ma org songa yg di surabaya! (loh! canggih to!)

Acara melekan dan api unggun ditunda karena benar udara mayan dingin. Esok hari peserta grup dari bank mana gitu udah ramai senam bersama, kami tinggal sikat gigi dll lalu langsung menuju ke tempat pemberangkatan yang lain (mungkin yang kami pakai medan atas-duh serba ga jelas kan!!!!)

Pk 7.30 kami dengan diangkut truk ternak itu berangkat menuju sungai. Kami harus hiking 15 menitan, dgn medan naik turun. Yg lebih sakti para pembawa boat, mereka melewati medan yg sama. Instruksi dijelaskan ketika kami sudah di atas kapal (mungkin krn kami cuma ber-5, setahu saya ketika kami makan siang , ada rombongan dari bank laen yg dijelaskan sblm diangkut truk ternak). Ada beberapa instruksi yg harus dipatuhi seperti dayung maju, mundur, kiri (maksudnya yg sisi kanan pindah ke kiri, yg di kiri diam aja), boom (ini yg paling asik benernya, maksudnya kita akan melewati jeram, dan smua pesrta duduk masuk di tengah).
Cara duduk kita di pinggiran boat, cara pegang dayung dsb. Dalam 1 boat selain kami ber-5 ada 2 guide, 1 di depan, 1 di belakang yg selaku komando aba2.

Debit air saat itu tidak terlalu kencang, mengingat belum memasuki musim hujan walaupun sudah september! Di beberapa area, pemandangan sangat indah, kami leluasa berfoto (walaupun secara resmi dilarang mebawa foto) karena mungkin ketika kami turun tidak bebarengan dengan grup2 laen.Sebelum dekat dengan finish, ada rest shelter, disediakan pisang rebus dan teh jahe.Pada finishing ada jeram yg ditutup, tidak dapat dilewati, karena boat2 pasti terbalik, dalam jangka panjang mereka berencana 'menjinakkan' jeram itu dengan entah memecah batu atau anything else.

FOTO FOTO http://y3nnyw3n.multiply.com/photos/album/24/rafting_on_sept_07

Songa-Desember 2007
Kali ini dari rawong nguling kami menggunakan jalur yg lebih pendek utk sampai ke songa medan atas. Hampir saja kami dilarang turun karena cuaca mendung dan diperkirakan hujan. Tapi kami diijinkan turun, cuma ber-3 dari kami dengan 2 guide. Memang di tengah perjalanan sempat gerimis, tapi toh seperti biasa kami bisa leluasa bermain2 dan mengambil foto. Debit air memang lebih deras, tapi bagi saya tidak terlalu seru karena saya masih ingat medannya:(Dan konyolnya saya sempat terlempar dari boat. Penyebabnya diketahui setelah sesampai di surabaya, kenapa ya? Ternyata skenarionya....pada waktu jeram engga bole noleh ke belakang. Waktu itu saya iseng pengin liat guide di belakang mo ngerjain apa lagi, krn terkadang mereka ngerjain seperti ditrabrakin batu lah, di balik kapalnya lah..:D hehehe...mau nya bikin jatuh mba yaya yg di depan tp saya yg di samping kiri mba yaya malah yg terjatuh.


Regulo - Maret 2008 - Jumat agung
Berangkat ber 22, untuk memenuhi kuota sehingga dr harga 165 jadi 135. Tapi karena cuaca tak mendukung dan kurangnya manajemen waktu yang ketat, ketika kami sampai di base camp regulo pukul 2, hujan lebat menyambut. Sebelum hujan debit air sudah 70, ketika hujan, kayak melihat banjir bandang di sana.Karena bbrp teman harus kerja sabtunya, tersisa lah 9 dari kami.

Kami memang cuma medan bawah, tapi debit air yg 70 itu sudah cukup membuat segala sesuatu seru, baik jeram2nya, maupun lebar sungai.Hanya saja.....karena ada romgongan dr noars yang dialihkan dari medan atas ke bawah, jadi........teknisnya setelah jalan 1 per satu , sebelum jeram yang dianggap berbahaya, kami parkir dengan manis satu persatu, menunggu rescuer boat dr regulo n noars lewat n memasang safety tools, spt tali lah , ato ada yg jaga di titik tertentu.


Welll,,,bosan n capek menunggu nya:(Ada 2 jeram yang kami semua harus lewat jalan darat, cuma kapal kosong yag boleh lewat, krn akan terbalik (dengar dr cerita teman yg sblmnya rafting di sana, rescuer boat nya aja terbalik, boat tmnny jg terbalik ampe ada yg berdarah2).Di rest area, disediakan kelapa muda dan jemblem mungil. Jembatan disediakan utk yang terjun bebas, uji nyali. Wala medannya memang tidak sepanjang songa atas, layak dicoba.

Ditulis oleh : Yenny (Pyor) Wen

Road Trip : Madura Island

Long Weekend di akhir bulan April ini akhirnya memberikan kesempatan untuk sekedar melepas kerinduan pada alam. Jadi kali ini kami memutuskan untuk mengelilingi pulau Madura.

Day 1

Pulau Madura tidaklah jauh dari Surabaya, kita hanya perlu menuju ke Pelabuhan Tanjung Perak(Ujung) dan kemudian menumpang kapal Ferry yang tersedia dan berangkat setiap 15-30 menit sekali sepanjang hari ke Pelabuhan Kamal, Madura. Kami tiba di Ujung jam 15.00 dan kebetulan mendapat FERRY CITRA DHARMA yang sangat menyenangkan. Ferry ini sangat bersih, di dek pertama di lengkapi oleh ruang duduk ber-AC dan toilet yang bersih pula. Dek kedua dilengkapi dengan outdoor playground untuk anak2 dan dinding2 kapal jg di hiasi gambar2 menarik untuk anak2 dan beberapa tumbuhan jg menghiasi sisi2 kapal tersebut.
Di dek ketiga terdapat ruang kemudi dan juga kantin yang di mejanya jg terdapat papan catur, ular tangga atau halma untuk dimainkan penumpang. Di dek ini pula ada sebuah sudut "tempat berkumpul darurat" dengan lukisan dinding yang menarik pula. Jadi kalau diandai2kan kapal ini mirip2 kapal pesiar ekonomis kali ya? :) Penyeberangan memakan waktu 24 menit (ini informasi dari nahkoda kapal di ruang kemudi yang kita ajak berbincang) tidak termasuk waktu tunggu masuknya mobil ke kapal dan waktu sandar.Setiba di Kamal, Madura kita langsung lurus menuju arah Bangkalan yang bisa kita capai dalam waktu 15- 20 menit. Kami memutuskan untuk lanjut dulu ke Sampang yang kami tempuh dalam waktu 1 jam 15 menit-an. Sampang pun kemudian kami lalui dan kami lanjutkan menuju Pamekasan dengan waktu 1 jam dalam guyuran hujan. Kami membuktikan ternyata orang madura suka membantu serta baik2 dan ini telah memperlancar perjalanan kami.

Di Pamekasan kami menyempatkan diri survey beberapa hotel yang terkenal disana. Yang paling kami rekomendasikan adalah
Hotel New Ramayana : Jalan Trunojoyo 88 (0324) 333237,333607
Hotel ini nyaman dengan taman yang cukup asri dan juga kamar hotel yang bersih dan baru. Harganya jg tidak mahal cuman 130ribu untuk 2 orang dengan fasilitas lengkap (TV, air panas, breakfast,springbed) Kelemahannya hotel ini masih 5 menit (mobil) dari pusat kota jauhnya.

Hotel Putri Restoran & Karaoke : Jalan Trunojoyo 107 (0324)322872
Hotel ini lebih ramai dikunjungi orang karena terletak di tengah kotanya dan juga ada restoran dan karaoke yang menjadi hiburan disana. Cukup bersih namun kenyamanannya masih kalah dengan new ramayana karena bangunannya jg lebih tua. Ada yang unik dengan hotel ini. untuk kelas standarnya adalah Rp 125.000,- dan superiornya adalah Rp 175.000,-. Apa coba
bedanya? hehe tak lain dan tak bukan adalah remote TV, dimana jika kita ngambil standard kita nga dapat remote tv. :)

Dari orang2 di hotel tersebut kami mendapat info ada sebuah kawasan tempat berjual makanan bernama SAE SALERA. Disepanjang jalan 1 arah ini berbagai makanan khas Madura di jual. Ada sate lalat,sate ayam, sate kambing, nasi gule, mie goreng, nasi goreng, seafood, bebek ayam goreng. Kami mampir di warung lesehan H. Dody / P. Ento yang menjual sate. Langsung aja aku tanya berapa 10 tusuk gitu ? Kata si bapak Rp 5.000,-/porsi. Ya uda aku pesen 2 porsi + lontong untuk aku sendiri. Dan ternyata .... hehe 1 porsi tuh kalo disana brarti 23 tusuk, kenyang dahh...hahah. Untung sih ternyata maksudnya sate lalat itu, jadi si ayam tuh dagingnya kecil2 seukuran lalat sehingga kalo sekali lahap bisa 5-6 tusuk sekaligus :p ketahuan rakusnya deh!
Di sebelah kami duduk sekeluarga orang Pamekasan yang kemudian kami ajak ngobrol pula sekilas kota ini dan menyarankan kami mencoba nasi gule. Maka tak lama kami berjalan kaki menuju tenda nasi gule,tapi kami tak berhasil mencobanya karena sudah habis.

Dengan cuaca yang dingin dan tdk hujan kami mengunjungi Dhangka (Api Tak Kunjung Padam) yang berjarak sekitar 15 menit dari pusat kota tersebut ke arah balik ke Sampang. Sampai di lokasi ada retribusi sebesar 1500 / mobil. Lokasi api itu adalah sebuah areal kecil berdiameter krg lebih 3-4 meter di batasi pagar pendek. Di sekelilingnya ada bbrp kedai berjualan baju,camilan, minum dan bbrp barang khas madura seperti cambuk dan celurit. Sepertnya api itu adalah hasil dari semacam gas dari dalam tanah sehingga terus menerus menyala sekian tahun. Penduduk sana pun sudah tidak tahu tepatnya kapan api ini ada.
Mereka memanfaatkannya untuk keperluan memasak sehari2 mereka juga.
Kesepian yang menyelimuti kami berdua dan 4 turis lainnya pecah oleh kedatangan sekelompok anak2 muda dari Talang (1/2 jam dari Pamekasan). Mereka ber-10 menghidupkan suasana dengan bernyanyi seru dengan gitar, dan membakar potongan2 ayam mentah yang mereka bawa. Suasana menjadi semacam suasana kemping dan kami mulai mengajak mereka ngobrol, bertukar cerita, dan mrk juga memberikan petunjuk2 seputar perjalanan kami.
Sekitar 1.30 jam berikutnya kami berdua di ajak mrk ikut menyantap hidangan ayam bakar mrk dgn bumbu yang sudah mereka siapkan. Walau kelihatannya tidak menarik, tapi keramahan mrk dan canda tawa kami membuatnya menjadi hidangan yang cukup menyenangkan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 23.00 kami segera berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke Sumenep karena tidak ada lagi yang bisa kami lakukan di Pamekasan.Sumenep kami capai dalam waktu 1 jam 30 menit lalu kami segera mencari hotel yang terkenal disana :
Hotel Sumekar dan Utami Sumekar : Trunojoyo 51 - 53 (0328)672223.
Superior room nya Rp 150.000,-Hotel ini luas banget! Tapi keadaannya tidak sebersih dan terawat hotel2 di Pamekasan. Suasana lama dan pengap menyambut kami ketika melihat kamarnya.

Hotel Wijaya 1 & 2 : Trunojoyo juga (tapi kami lupa meminta kartu namanya)
VIP roomnya Rp 100.000,-
Hotel Wijaya 1 : hotel ini sebenarnya hotel sales yang sederhana namun jg punya bbrp kamar VIP yang setelah kami lihat lebih bersih sedikit dari Utami dengan kamar mandi dalam
Hotel Wijaya 2 : Kami melongok kamar VIP yang dimiliki mereka dan ternyata kamar ini bisa buat main bola kali di dalamnya.hahaha ... dengan kamar mandi dalam, 2 bed kapuk besar, 1 set sofa dan meja,TV dan 1 lemari es tua yang tidak tahu bisa berfungsi atau tidak, dan AC lama juga.

Merasa belum cocok, kami berputar2 lagi dan mampir ke Hotel Safari yang tingkatnya dibawah yang 2 tadi. Kemudian dengan rekomendasi si bapak penjaga kami menuju Hotel Garuda yang keberadaannya tidak ada di panduan kami.
Hotel Garuda : Jalan Trunojoyo 280 (0328) 665543
Tampak depannya adalah sebuah rumah besar. Tidak terlalu banyak kamar yang dimilikinya tapi kebersihannya terjamin. Gambar dibawah adalah gambar ruangan yang kami tempati dengan harga Rp 100.000,- sangatlah murah dibanding hotel sebelumnya yang kami lihat. Fasilitasnya : AC baru, 2 springbed, kamar mandi dalam, TV,air welcome drink botol tanggung,sabun mandi kecil,handuk dan makan pagi (nasigoreng, telur, ayam, dan teh manis).Murah abis kan?? Dewi fortuna masih menyertai kami :p
Day 2

Setelah merencanakan perjalanan kami di subuh hari tadi sebelom tidur, maka jam 6.00 alarm sudah berteriak2 membangunkan kami. Dengan semangat kami membuka mata, beres2 dan breakfast sebelum check out dan melanjutkan perjalanan ini.
Sang bapak penjaga hotel yang baik hati memberikan info tambahan kepada kami agar berangkat ke Pantai Slopeng dulu sebelum ke Pantai Lombang karena Lombang lebih rindang pepohonannya. Maka kami memutuskan untuk menurutinya. Sebelumnya kami menyempatkan diri mencoba jajanan khas Sumenep yaitu Apem (atau di baca Apen disana). Lokasinya ada di jalanan menuju Lombang di Jalan Gapura, ada 2 kedai yang kami lihat disana, kami mencoba kedai pertama. Apen ini hanya di jual di pagi hari jadi kalau tidak mau kehabisan jangan datang siang2 ya. Apen yang dijual disini ada 2 jenis : dengan atau tanpa telur. Harganya
sama saja, dan di patok Rp 4.500,- /10 buah dan penyajiannya dengan di siram gula aren.
Lanjut lagi, kami segera menuju Slopeng. Dan sejak awal perjalanan ini kami melihat sesuatu yang menarik dimana ada banyak sekali PBV (Perkumpulan Bola Volley) yang tak terhitung jumlahnya walau ada yang benar2 berupa lapangan dan ada juga yang mendirikan net di tanah kosong saja, bahkan sampai perjalanan pulang kami pun masih banyak PBV bertebaran. Papan PBV itu di sponsori oleh Sampoerna Hijau, setelah selidik punya selidik ternyata Madura sedang di landa demam Volley!! Di pantai, di teras rumah, di sekolahan, bahkan pagar rumah pun jadi net volley!!! hehehhe .... semangat volley terasa banget dan herannya, banyak banget pemuda pemudi di pulau itu yang cukup mahir bermain volley.
1 jam kemudian kami tiba di Slopeng setelah melewati sawah2 yang subur menghijau dengan petani2 yang baik hati dan ramah. Sampai di lokasi kami di tarik Rp 5.000,- sebagai biaya masuk. Ada beberapa gazebo2 kecil untuk berteduh, dan banyak nyiur di tepi pantai yang sedang surut. Keadaan tempat wisata ini bisa dibilang cukup bersih dan terawat. Memuaskan diri untuk bermain dan menikmati pantai itu sebentar lalu kami melanjutkan perjalanan ke Lombang.

Kami tak mengira kami bakal di hadang oleh jalanan tanah tak beraspal yang tak kunjung habis dijalanan yang menghubungkan Slopeng dan Lombang. Sebenarnya ada jalan lain menuju Lombang tapi dari kota Sumenep. Kami memilih menikmati perjalanan menyusur persawahan dan perbukitan kapur ini, bahkan kami menyempatkan diri untuk menepi dan melihat lokasi penambangan kapur di sana.
1 jam perjalanan kami tempuh dengan kecepatan 10-20 km /jam di desa ini, terlihat sekali sepertinya jarang atau bahkan langka sebuah mobil bukan truk melewati jalan ini,bahkan mata sang sapi pembajak(banyak banget disana) juga mengawasi mobil kami dari kemunculan kami sampai menghilang di ujung mata mereka(lucu banget deh sapi2 itu).Sempat juga kami harus merepotkan sang petani untuk menggiring para sapi untuk keluar jalan demi membiarkan kami lewat dulu.Selepas desa ini, kami masih dihadang jalan aspal yang buruk sebelum akhirnya kami bertemu dengan jalanan aspal yang bagus dan normal. Kami menghabiskan 1/2 jam lagi setelah keluar dari jalan tanah jelek tersebut sampai akhirnya kami tiba di Lombang.
Pantai Lombang bisa di samakan dengan rata2 pantai lain di Indonesia dan memang lebih teduh dan luas dibanding Slopeng. Ada penjual makanan dan minuman juga dan harga yang mereka berikan sangatlah murah untuk sebuah tempat makan di sebuah tempat wisata. 1 buah degan muda hanya dipatok Rp 2.000,-. Saya menyempatkan diri mencoba Rujak Madura yang terlihat berbeda dengan rujak Surabaya. Rujak madura ini memakai petis ikan dan tanpa kecap manis, jadi rasanya asin2 dengan rasa kacang keras sebagai bumbunya. Isinya : ketupat, sayur, timun, kedondong. Hummm di makan pedas nikmatnya top deh!! Sepiring rujak ini juga cuman Rp 2.500,-
Dengan perut yang cukup penuh perjalanan kembali ke Sumenep kami lakukan.45 menit kemudian di kota Sumenep kami memanjakan naga2 di perut kami dengan mencoba Soto Sabreng khas Sumenep di jalan Irama. Sebenarnya kami mencari warung Ny. Harpini di
jalan Letnan Ramli no 1 yang katanya sudah berjualan sejak tahun 1955, tapi kami tidak menemukannya. Dalam pencarian kami, ada ibu2 bersepeda motor yang dengan sangat baik hati memandu dan mengantar kami ke depot di jalan Irama itu. hehe... ya uda kami coba disana lah. Soto Sabreng tuh berisi babat, usus, singkong, lontong,kemudian di siram saus ulekan kacang, petis ikan dan cabai kalo mau dan selanjutnya di siram kuah soto. Hehe nga parah2 kok rasanya, enak juga. Kami merogoh kantong sebesar Rp 13.500,- untuk 2 porsi soto dan 2 gelas teh.Seneng deh makan kenyang trus dengan harga murah :pSetelah kembali kami mendengarkan bbrp petunjuk dari pemilik depot kami membeli beberapa camilan khas sumenep yang kebanyakan berupa hasil laut yang dikemas sebagai oleh2 khas daerah ini tak jauh dari depot itu.

Ternyata kenyang nga menjamin kita nga kesasar hahahaha.... tapi nga lama kami menemukan Keraton Sumenep yang kami cari di belakang alun2 kota ini. Ada biaya Rp 1000,- / orang untuk karcis masuk museum keraton dan kemudian kami harus dipandu oleh petugas untuk masuk ke dalam keraton. Sang bapak pemandu mulai bercerita asal usul dan sejarah kota ini sembari memperlihatkan barang2 peninggalan kerajaaan yang usianya berusia ratusan tahun.
Sayang sungguh disayang, keraton ini tidak sebersih penampilan luarnya. Sungguh sayang, banyak foto2 lama yang rusak, barang2 yang berdebu tanpa perawatan khusus yang dibutuhkannya, lapuk rusak dimakan usia. Banyak benda2 sejarah tergeletak begitu saja di dalam etalase. Bahkan ada fosil tulang utuh paus yang cukup besar penuh dengan sarang spiderman.
Satu2nya ruang yang terawat dan sakral adalah tempat tidur Putri Kuning (ibu dari Jokotole, seorang tokoh Sumenep di jaman kerajaan dulunya). Areal itu tidak boleh dimasuki, kita hanya
bisa mengintip dari lubang jendela kamar sang Putri. Kolam mandi sang Putri sekarang telah berubah fungsi sebagai kolam ikan dan air sumber yang mengalir sejak jaman dulu itu di yakini bisa membuat awet muda. Selesai berkeliling, kami memberikan sedikit tips sekedarnya untuk sang pemandu. Sempat dia menyarankan kita untuk tidak ke Kalianget (15 menit dari sana) dimana ada Ladang Garam yang menarik untuk dilihat, tapi tidak pada musim hujan. Pada bulan2 musim penghujan, tambak belum di gunakan dan hanya merupakan tambak tanah biasa dengan ikan2.
Ya sutra, puas mengelilingi Sumenep kami melanjutkan road trip ini keluar menuju Pamekasan. Namun kembali kami mampir dulu di Vihara Avalokitesvara yang berada di daerah Talang (45 menit dari Sumenep). Vihara ini unik karena benar2 mencerminkan kerukunan hidup umat beragama. Vihara ini menyediakan tempat ibadah untuk agama budha, hindu, islam, konghucu. Kami tidak berhasil menemukan yang untuk kristen tapi kami yakin pasti jg ada di sana. Tak berlama2 setelah menyempatkan diri untuk berterimakasih dan bersembahyang kami melanjutkan perjalanan.
Tak lama kami berhenti di Pantai terakhir yang ingin kami kunjungi, Pantai Camplong. Betapa kecewa, ini pantai terburuk yang kami lihat sepanjang perjalanan ini. Kotor, kumuh, tak terawat, bau tak sedap semua menyambut kami ketika kami tiba disana. Kami tidak perlu membayar karcis karena loket sudah tutup. Ada Camplong Beach Hotel persis di pantai ini, tapi ..... menyedihkan sekali kondisi hotel yang mungkin dulunya jaya ini. Hotel besar,cottage2 yang mungkin dulunya terlihat cantik dengan 2 kolam renang besar yang skrg lebih hitam dari warna air di tambak.Sungguh sayang ...

Ya sudahlah kami segera meninggalkan pantai ini dan segera menuju Bangkalan, kota pemberhentian terakhir kami. Di Bangkalan seharusnya ada makanan khas yang cukup lezat seperti nasi petis depot Amboina di sebelah masjid Jamik yang berupa nasi, lauk daging, paru, bihun, telur rebus dengan bumbu petis dan sambal.Nasi serpang (nasi putih,ikan, rempeyek udang, bihun dan telur
asin) dan sate lappa (sate daging dengan bumbu kacang dan kecap), bebek ketengan,bubur madura, sate sumsum. Tapi...... smuanya hanya dijual di pagi hari.hahahaha ....

Kami mampir di sebuah toko oleh2 khas bangkalan Nusa Indah Jln KH Moh Kohlil 105 (031)3091608. Dijalanan ini juga banyak sekali warung2 tenda yang menjual makanan tapi ya... bukan makanan yang khas sih. Dari sang penjaga toko yang ramah kami di
rekomendasikan untuk makan bebek madura di Warung Barokah beberapa meter dari sana. Warung ini bukan warung tenda, sudah hampir mirip depot. Yang menarik, di dinding warung ini ada sebuah pengumuman pemerintah bahwa warung ini terkena pajak PPn 10% hehehe nga tau beneran nga itu, bebek yang dijual seharga di Surabaya sih masih umum kok. Dengan sambal mentah hasil ulekan saja, dan bumbu racikan berwarna hitam kekuningan dan asin hummmm ini menjadi hidangan penutup yang lumayan indah.
Mohon maaf karena 1 dan lain hal sang naga2 di dalam perut mengacau, jadi langsung santap sampe lupa ambil foto nya.hehehe

20 menit kemudian kami sudah di atas kapal ferry (kali ini ferry yang seperti pada umumnya). Mengambil tempat di anjungan paling atas kami memandang Madura dengan lampu2 nya untuk terakhir kali dan menutup perjalanan kami.